Tujuh Belas

2.9K 146 4
                                    

Semenjak terbangun pagi ini, kepalaku dipenuhi dengan kata-kata. Aku sedang memilah-milah kalimat yang paling tepat untuk mengungkapkan isi hatiku pada Fadil. Mulai dari yang paling gamblang untuk mengatakan perasaan, bahwa aku menyukainya. Sampai sebuah prosa yang aku harap cukup untuk membuatnya menangkap perasaanku, bahwa aku menganggapnya "lebih dari seorang teman."

Kami sedang berjalan menikmati bangunan-bangunan ikonik di Jatim Park siang ini. Fadil tampak sibuk dengan kameranya. Sesekali dia memaksaku untuk berdiri di depan lensa kameranya. Aku tersenyum, memastikan bahwa dia melihat sisi terbaikku, mungkin sebelum dia mengetahui kenyataan itu.

Aku meninggalkan Fadil untuk membeli air mineral. Aku gunakan waktu yang tidak lama itu untuk menenangkan pikiranku. Sebelum kembali, aku menarik nafas panjang. Aku biarkan oksigen memenuhi kepalaku yang sudah sesak dengan kata-kata. Setelah itu aku siap menjalankan eksekusi.

Dil, bisa bicara sebentar? Berkali-kali aku ucapkan dalam hati. Apakah itu kalimat pembuka yang tepat? Entahlah.

Aku sudah berada lima langkah dari Fadil ketika melihat dia menatap lurus ke layar ponselnya. Semakin aku mendekat, semakin bisa aku lihat jelas dengan siapa dia sedang melakukan panggilan vedio. Di layar ponselnya tampak Anita sedang tersenyum.

Aku menahan langkah, dan menarik kembali diriku menginjak bumi. Apa yang sedang aku pikirkan sebentar ini. Aku kembali mengumpulkan akal sehatku yang entah tercecer ke mana. Aku benar-benar sedang tidak waras, sampai berpikir untuk mengungkapkan perasaanku pada Fadil. Pria sepertinya tentu tidak akan mungkin menerima perasaanku.

Fadil menyadari kehadiranku. Dia mengarahkan ponselnya ke arahku.

Aku tersenyum, dan melambaikan tangan ke Anita. Senyum yang kupaksa. Senyum yang sedang menyembunyikan ketakutan. Senyum seorang pecundang yang menyerah di setengah waktu pertandingan.

Tommy & Fadil (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang