Nafis baru saja menjemur pakaian di halaman belakang. Orang tuanya sudah berangkat bekerja lebih pagi dari biasanya, membuat rumah sepi karena Nafis yakin Zara pasti juga sudah pergi ke sekolah tanpa pamit kepadanya yang sedari tadi sibuk.
Kemudian Nafis berniat untuk sarapan. Tapi saat matanya melihat pohon buah naga melalui jendela ruang keluarga yang mengarah ke area samping rumah, ia pun memutuskan untuk keluar karena buahnya tampak siap dipanen. Memang tidak banyak, tapi cukup untuk digunakan sebagai pencuci mulut.
Nafis membuka pintu yang berfungsi sebagai akses ke halaman samping. "Loh, kok sepatu Zara masih di sini?" heran Nafis saat perhatiannya tiba-tiba terpusat pada rak sepatu yang ada di sebelah pintu.
Nafis kembali berjalan memasuki rumah. Dihampirinya kamar Zara seraya memanggil nama adiknya berulang kali. Karena sebelum ia pergi ke lantai dua, sempat diliriknya jam dinding yang mana sudah menunjukkan pukul setengah tujuh kurang sepuluh menit. "Za, kok belum berangkat? Lo sakit?"
Nafis masih mengetuk pintu kamar. Kesal karena tidak juga ada sahutan, gadis itu membuka pintu dan seketika dahinya mengerut saat mengetahui tidak ada siapa pun di kamar. "Za, lo di mana?" Nafis membuka lemari walau mustahil rasanya jika Zara bersembunyi di situ.
Benar saja, di dalam lemari hanya ada baju yang tersusun sedikit tidak rapi. Pemiliknya seolah telah mengambil pakaian dengan asal-asalan hingga membuat tumpukan baju yang tersisa miring.
"Tuh bocah ke mana, sih?" gumam Nafis sambil mendekat ke meja belajar Zara. "Laptopnya juga nggak diberesin, lagi." Nafis menyentuh touchpad yang membuat layar menyala.
"Astaga!" Nafis terbelalak saat melihat laman Youtube di laptop Zara. Di sana terdapat video yang masih terbuka dalam posisi di-pause. Kakak Zara tersebut menutup mulut karena tidak habis pikir adiknya mempunyai pikiran melihat sesuatu seperti itu.
"Apa Zara stres, ya? Kok ngeliatin video orang-orang yang ngelakuin self injury gini? Jangan-jangan tuh anak mau tiru-tiru." Nafis menggigit ujung jari telunjuknya sambil berjalan hilir mudik di depan meja belajar Zara.
"Mana pagi-pagi udah nggak jelas pergi ke mana." Kini Nafis duduk di sudut tempat tidur Zara. Jelas sekali khawatir dan pikirannya sudah melantur kemana-mana. Juga menyesal semalam waktu Zara emosi bukannya menenangkan ia justru ikut menghakiminya.
Nafis tidak bisa diam saja. Gadis awal dua puluh tahunan itu pun beranjak mengambil tas sekolah Zara untuk dibawa ke depan agar saat menemukan keberadaan adiknya, ia bisa langsung menyuruh berangkat sekolah.
Namun saat tas warna peach itu diangkat, jatuh sebuah pisau dari salah satu kantong tempat menaruh botol air minum. Nafis seketika merasakan perutnya mulas karena bayangan sesuatu yang menakutkan mulai mengelebat di benaknya. "Pakek bawa-bawa pisau buat apa, coba? Lo bikin gue parno aja deh, Za."
Kemudian Nafis memeriksa isi tas Zara. Barangkali di dalamnya terdapat barang aneh lain yang juga tidak lumrah dibawa pelajar seusia adiknya. Namun Nafis sepertinya patut bernapas lega karena selain buku pelajaran dan peralatan tulis, isi tas Zara aman.
Tanpa pikir panjang selanjutnya Nafis menyambar ponsel Zara yang ada di dalam ransel dan berdoa dalam hati semoga saja gawai pipih itu tidak disandi. Beruntunglah, lagi-lagi kemujuran berpihak padanya. Zara tidak mengunci ponselnya, maka dengan leluasa Nafis bisa mencari nomor yang sering dihubungi oleh adiknya itu melalui daftar log panggilan keluar.
Nafis menemukan kontak telepon dengan nama Hanadisa yang mana berada di urutan paling atas. "Kayaknya ini deh teman yang paling akrab sama Zara," tebaknya sambil mulai menelepon nomor tersebut.
***
Prama sudah memasang helm dan siap menaiki motornya ketika sang ayah datang dengan diantar oleh seorang teman. Prama menatap ayahnya tidak suka, sudah beberapa hari ini ayahnya suka memancing di pantai dari malam hingga pagi menjelang. Alasannya karena itu adalah hobi dan untuk melepas lelah. Tapi kalau setiap hari bisa membahayakan kesehatannya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Com(e)fortable [END]
Teen FictionMenjadi anak kandung tapi tak disayang, menjadikan Zara bertekad membuktikan diri. Bersama dua sahabat, Hana yang memiliki rahasia dan Prama dengan pelik keluarga hingga dicap pencuri. Kedai jus merupakan pembuktian Zara. Bersama dua sahabat, ia ber...