Bab 27

660 85 0
                                    

Zara tiba di rumah saat matahari mulai meredup. Ia tidak menemukan mobil papanya yang biasanya sudah ada di halaman pada sore hari seperti ini. Pikirnya papa pasti setelah pulang kerja langsung ke klinik untuk menengok mama. Gadis itu juga mendapati ruang tengah yang biasanya Anin gunakan bersantai sedang kosong.

"Kak Anin udah berangkat juga," gumamnya sembari mulai menuju kamar untuk bersih diri. Keasyikan mengobrol dengan Prama dan Hana di sekolah tadi membuatnya lupa waktu.

Zara sudah memegang handuk saat ponsel yang baru saja diletakkan di meja belajar menyala. Satu pesan dipastikan masuk ke WhatsApp-nya.

Prama: Kak, barang yang ready stock sekarang apa aja?

Zara mengembangkan senyum geli saat membaca sederet kalimat itu. Padahal tadi Prama bisa menanyakan langsung saat masih di sekolah. Tapi mengingat ia harus segera mandi, maka cepat diketiknya balasan.

Zara: Tumben mau beli di olshop gue? Mau cari apa?

Prama: Gamis buat wanita terbaik yang kumiliki.

Zara: Kalau gamis buat ibu-ibu gue nggak pernah nyediain. Nanti gue tanya ke tante Maya deh.

Prama: Kok langsung tau kalau buat ibu gue?

Zara tertawa. Tentu saja ia cepat tanggap.

Zara: Mau buat siapa lagi kalau bukan ibu sendiri? Elo kan masih jones.

Prama: Mau bantuin gue biar nggak jones lagi?

Zara: Lo pikir gue mak comblang? Ogah ya. Gue sendiri aja belum punya pengalaman pacaran.

Prama: Wah sama dong. Kita saling melengkapi.

Zara mendecih. Temannya itu kenapa jadi bicara melantur begitu, sih.

Zara: Huekks! Udah deh lanjut nanti. Gue mau mandi terus jengukin mama lagi.

Prama: Ya ya oke. Jangan lupa nyoba ngomongin unek-unek yang selama ini lo pendam sendiri ke ortu. Pelan, ga pake emosi.

Zara: Lo juga harus minta maaf ke ortu sama keluarganya kak Edgar.

Prama: Makanya, minta maafnya sekalian beliin ibu sama bapak baju couple, Kak. Kalo ke om gue, gampang itu.

Prama: Pokoknya nanti semoga masalah keluarga lo bisa clear.

Zara menghela napas. Cepat atau lambat ia memang harus segera membicarakan hal tersebut dengan keluarganya. Zara tidak mau terus memendam prasangka buruk. Dengan berterus terang tentang apa yang selama ini ia rasakan, mungkin hati orang tuanya bisa terketuk. Keharmonisan keluarga yang ia damba pun bisa terbentuk.

***

Lengkung bibir mamanya yang mengembang, wajah berseri Bang Farhan, dan suara tawa Anin serta Nafis membuat Zara mematung di balik jendela kamar rawat. Entah apa yang mereka bicarakan hingga suasana di dalam sana begitu hidup. Mungkin mama sedang merasa senang karena Nafis tiba-tiba pulang, juga terharu lantaran putri keduanya itu menyempatkan berkunjung di tengah padatnya kegiatan kampus.

Zara memutar tubuhnya. Kaki yang beralaskan sandal kasual itu bergerak menjauh. Melihat kerukunan antara saudari dan mamanya dapat menimbulkan rasa kurang nyaman bagi dirinya. Keberanian yang ia siapkan untuk membicarakan segala curahan yang menyesak di hati seketika buyar, lenyap tergantikan dengan rasa minder.

Zara kini duduk di atas motornya. Gadis itu bimbang. Ingin pulang ke rumah tapi tidak tega dengan mamanya, di sisi lain jika berusaha tetap mendampingi tapi ia takut. Takut apabila kehadirannya hanya akan menjadi pengganggu.

Com(e)fortable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang