"Jadi mama lo hari ini boleh pulang?"
Zara mengangguk pada Hana yang berdiri di sampingnya. Teriknya matahari membuat Zara malas berbicara. Sebenarnya ia senang sekali karena nanti sore mama sudah boleh dirawat di rumah. Tapi apa daya, ia harus menghemat tenaga agar saat gilirannya membaca UUD nanti suaranya tetap lugas dan lantang.
Sekarang kelas X-4 sedang bersiap melakukan geladi bersih latihan upacara. Latihan berjalan lebih serius dari biasanya karena Pak Agus--sang wali kelas rela turun ke lapangan untuk memantau anak kelasnya.
"Terus lo nggak ada niat jualan jus lagi?"
Zara mengedikkan bahu. Gadis itu menatap Hana dengan gamang. Tante Firda yang memang tidak ia beri tahu masalah yang sempat menerpanya pun sering menanyakan hal serupa.
Dalam hati keinginan untuk membuka stan jus lagi masih sangat besar. Tapi Zara takut. Meski teman-teman sudah bersikap baik lagi kepadanya, bayang-bayang cemoohan yang pernah ia terima terus menghantui dan mengikis semangatnya.
"Karena orang tua lo sekarang udah berubah, lo nggak mau jualan lagi?"
Zara menggeleng. Salah satu alasannya membuka stan memang untuk menunjukkan kelebihannya pada orang tua, tapi jiwa dagangnya masih tetap melekat kuat meski keluarganya kini mulai berusaha memperbaiki hubungan satu sama lain.
"Gue pikirin nanti, deh," pungkas Zara akhirnya.
Hana mencengkeram pundak Zara seakan telapaknya bisa menyalurkan energi. "Gue bakal seneng kalau lo jualan lagi. Biar gue bantu-bantu kayak dulu, jadi bisa bolos les. Capek gue tuh belajar mulu."
Zara menepuk kening Hana, supaya pikiran miring sahabatnya itu lekas menjauh dan kalau bisa jangan pernah kembali. Zara menyesal pernah menyuruh Hana jangan terlalu fokus sekolah. Sekarang begini akibatnya.
"Mending gue nggak buka stan lagi kalau itu bikin lo males belajar. Entar gue malah kena omel sama orang tua lo," larang Zara yang ditanggapi Hana dengan cengiran. "Cukup Prama aja yang sering kena marah, kita jangan," lanjutnya lebih lirih dan diakhiri dengan kikikan kecil.
"Gue denger."
Zara menoleh kaget. Sedangkan Hana kabur ke sudut lapangan menghampiri teman-teman yang sudah berbaris di sana. Sekarang ia dijadikan dirigen menggantikan Leni karena dianggap lebih mumpuni gara-gara Hana ikut ekskul paduan suara.
"Tumben ikut latihan?" Zara mengalihkan pembicaraan sebelum Prama melayangkan gerutuannya.
"Gue gantiin Faisal. Kan hari ini dia nggak masuk, sakit katanya." Prama menjawab santai.
Zara baru sadar jika Prama memang meneteng map yang berisi teks doa.
"Baca doa gini biar gue jadi alim," ujar Prama lalu berdiri di samping Zara, posisi yang biasanya Faisal tempati.
"Ya elah, baca doa doang mana bisa berubah alim dalam sekejap?"
Prama mendengkus. "Tinggal jawab iya susah amat," sahutnya sambil melirik Zara yang sedang mengangkat telapak tangan untuk menghalau sinar matahari. "Panas gini doang muka ditutup-tutupin, kampungan!" oloknya. Tapi berikutnya tanpa Zara minta ia agak maju sedikit di depan gadis itu. Hingga kini punggungnya menjadi peneduh bagi Zara.
Zara terpaku saat mendapati Prama tiba-tiba menjulang di hadapannya. Dengan mengulum bibir, perlahan Zara pun menurunkan tangan yang sebelumnya ia gunakan untuk berlindung.
"Kalau mau senyum ya senyum aja. Nggak usah ditahan-tahan." Bagas yang melintas tanpa ragu menyeloroh. "Seneng kan lo dapet guardian angel macem Prama?" tanyanya yang makin membuat Zara jengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Com(e)fortable [END]
Подростковая литератураMenjadi anak kandung tapi tak disayang, menjadikan Zara bertekad membuktikan diri. Bersama dua sahabat, Hana yang memiliki rahasia dan Prama dengan pelik keluarga hingga dicap pencuri. Kedai jus merupakan pembuktian Zara. Bersama dua sahabat, ia ber...