Bab 2

1.3K 147 23
                                    

Setelah mencuci piring, Nafis menuangkan air dingin ke gelasnya hingga separuh. Lalu setelah menenggaknya hingga tandas, gadis dengan setelan kaus dan celana sebatas lutut itu beranjak ke kamarnya lagi tanpa semangat. Liburannya sangat membosankan karena ia tidak ada rencana pergi kemana-mana. Apalagi rumah selalu sepi karena orang tuanya bekerja dan Zara juga sekolah.

Di kamarnya, Nafis memikirkan hal apa yang kira-kira bisa dilakukan untuk mengusir bosan. Karena di jam-jam setelah makan siang seperti ini ia selalu dilanda rasa kantuk. Nafis harus berusaha tidak terlelap. Karena jika ia tidur siang, malamnya ia pasti akan terus terjaga.

Netra dibalik kacamata minusnya itu pun menangkap ponsel yang tergeletak di atas bantal. Nafis meraihnya lantas duduk bersila di lantai yang tidak beralas.

Segera Nafis membuka aplikasi Youtube. Ia baru ingat jika masih punya stok kuota internet yang melimpah. Daripada terbuang sia-sia, Nafis berniat menghabiskannya dengan mencari video atau film seru. Tapi sebuah pemberitahuan dari channel Youtube yang bernama OSIS SMA Grahita langsung memikat atensi Nafis.

"Apa kabar nih, SMA gue? Zara jarang cerita kegiatan di sekolah, sih. Sebagai alumni gue kan jadi kudet," dumelnya seraya meng-klik video yang dalam keterangannya sudah diunggah sejak satu bulan lalu itu.

Video tersebut berisi dokumentasi kegiatan pensi yang diadakan setelah Ujian Akhir Semester 1. Dalam menit-menit pertama video, ditunjukkan penampilan grup band sekolah yang sedang tampil di atas pentas. Semangat semua personelnya membuat Nafis seketika merindukan masa sekolah.

Berlanjut memasuki menit pertengahan, kamera ditarik mundur lalu berbalik pelan untuk menyorot siswa-siswi yang memenuhi lapangan. Semua terlihat antusias dan menikmati setiap dentuman musik. Nafis mengembangkan senyum, ia mulai bernostalgia dengan membayangkan dirinya dulu juga seperti itu.

Namun perlahan senyumnya memudar, berganti kerutan dahi yang perlahan muncul seiring dengan layar yang kini menampakkan segerombolan siswi sedang tertawa lepas dan sesekali menggerakkan badan mengikuti irama lagu.

Bukan karena kelakuan mereka melewati batas, tapi pasalnya salah satu dari kumpulan siswi itu adalah adik satu-satunya yang selama ini ia kenal sebagai gadis pendiam. Zara yang ia yakini selalu menyukai ketenangan dan memilih untuk tidak begitu atraktif nyatanya bisa seceria itu jika berada di luar rumah.

Nafis memutar berulang-ulang bagian video yang menayangkan Zara. Dilihat sampai berulang kali pun wajah yang ia lihat tetap sama. Nafis bisa dengan mudah mengenali wajah oval cantik yang Zara dapat dari mama.

Nafis merasa perlu meredakan keheranannya dengan bertanya langsung pada sang adik. Tapi seolah mengejek, detik jam yang dipandangnya kini terlihat berjalan lambat. Ia masih harus sabar menunggu sekitar satu jam lagi hingga Zara pulang sekolah.

***

Zara bisa mendengar tangisan bayi saat ia baru saja mendudukkan diri di kursi rotan yang ada di teras rumah minimalis itu. Setelah benar-benar melepas sepatunya, Zara menyeruak ke dalam rumah lewat pintu depan yang ia yakini tidak akan dikunci seperti biasa.

"Kinzi ... kenapa kok rewel? Nggak diajak main, ya, sama Kak Arsa?"

Bocah SMP yang sepertinya juga baru pulang sekolah itu terperanjat saat namanya tiba-tiba disebut. Terlebih karena si tamu dengan seenak jidatnya masuk tanpa permisi tentunya membuat tingkat kewaspadaan Arsa otomatis langsung bekerja.

"Gini deh kelakuan remaja di negara berkembang. Masuk rumah orang nggak pakai salam dulu."

Zara menyebikkan bibir. Dilemparnya tas sekolah hingga mengenai kaki sepupunya yang sedang rebahan di sofa ruang tamu itu. "Hilih, sok ngajarin salam," Zara menimpali sembari melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya. "Tante Firda mana?"

Com(e)fortable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang