Epilog

1.6K 97 3
                                    

Zara selesai memasukkan semua cup yang berisi jus beraneka rasa ke dalam lemari pendingin. Nanti setelah upacara, ia akan izin pada satpam untuk pulang sebentar ke rumah tante Firda mengambil jus-jus tersebut.

Lalu gadis itu menghampiri Hana untuk mengajak sarapan sebelum berangkat sekolah. Tadi pagi, temannya itu tanpa memberi tahu Zara terlebih dahulu tiba-tiba datang ke rumah tante Firda untuk membantu menyiakan pesanan jus.

"Kak Zara, dicari cowoknya," celetuk Arsa.

"Heh!" Zara melotot pada Arsa yang tahu-tahu muncul di dapur.

Sepupunya itu balas mendelik. "Beneran, itu di depan ada Kak Prama."

"Loh, kalian udah jadian? Kapan? Kok gue nggak lo kasih tau, sih? Jahat banget. Tega sama sahabat sendiri." Hana menatap Zara dengan sengit.

Zara menghela napas. Ingin rasanya ia menjadikan Arsa jus juga. Mulut bocah itu memang tidak pernah menyaring kata-katanya terlebih dahulu.

"Masa lo percaya sama berita dari lambe turah sih, Han?" Zara beranjak keluar dari dapur. Saat melewati Arsa, tangannya tidak lupa mampir untuk menjitak sepupunya itu.

Hana mengekori sambil terus bertanya kebenarannya yang juga terus Zara jawab bahwa itu keisengan Arsa saja.

"Pram, beneran udah resmi?" tanya Hana spontan saat tiba di teras rumah tante Firda.

Prama mengernyit saat Hana yang baru keluar dari dalam langsung menanyakan sesuatu yang tidak jelas maksudnya.

Zara pun tanpa ragu mencubit pinggang Hana supaya temannya itu diam. "Jusnya udah beres, elo baru muncul," katanya pada Prama untuk mengalihkan obrolan.

"Gue ke sini emang bukan mau bantu-bantu." Prama meleletkan lidah. "Tadi di pertigaan papasan sama Papa lo. Nih, dibeliin tahu bumbu kesukaan lo buat sarapan," jelas Prama lalu mengangsurkan bungkusan. "Katanya harus cepet berangkat kerja jadi dititipin ke gue."

Zara menerima dengan tatapan berbinar seolah bungkusan itu berisi bongkahan emas. Kalau sudah disayang begini mana mungkin ia akan mencari keluarga lain. Lagipula dari awal Zara memang tidak pernah menyesal telah menjadi bagian dari keluarga Damaris. Berada di tengah-tengah Mama Winda, Papa Aryo, Anin, dan Nafis adalah definisi kenyamanan yang sesungguhnya bagi Zara.

"Ya udah sarapan bareng, yuk." Zara mengedikkan kepala ke arah ruang tamu. Ia bermaksud mengajak teman-temannya masuk untuk menyantap makan pagi.

Prama menggeleng. "Gue lagi diet. Jadi kalau pagi cuma makan apel sama minum air putih," katanya menirukan gaya bicara Tamara yang memang sering mengatakan itu.

Zara dan Hana kompak tertawa.

"Diet? Terus kemarin yang ngabisin bubur sampek dua porsi itu siapa?" tanya Zara disela tawa.

Prama meneguk ludah sambil memberi kode pada Zara bahwa gadis itu telah kelepasan bicara, namun terlambat karena Hana langsung tanggap.

"Kemarin kapan?" Hana mengernyit bingung. Hana rasa, setiap pergi makan atau sekedar nongkrong pasti mereka bertiga selalu bersama. Kalau ada momen yang tidak ia mengerti, berarti sudah pasti dirinya tidak diajak pada acara jalan-jalan itu.

"Oh ... jangan-jangan kalian pergi berdua tanpa gue ya? Jadi ceritanya kalian lagi nge-date, gitu? Jadi bener yang Arsa bilang tadi?" Hana mencecar Zara yang kini tampak jengah.

"Nggak gitu, Marimar." Zara merangkul Hana yang sedang pura-pura merajuk.

Prama hanya bisa berdiri diam tanpa berniat ikut dalam perdebatan dua sahabat itu. Meski sebenarnya ia gemas saat melihat Zara salah tingkah karena Hana terus menggodanya. Entahlah bagaimana perasaannya pada gadis itu. Ia hanya merasa nyaman saat dekat dengannya. Biarlah waktu yang akan menjawab bagaimana hubungan mereka nanti.

Com(e)fortable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang