Bab 14

615 93 8
                                    

Hana selesai memasukkan buku-bukunya ke dalam laci. Gadis itu lalu berdiri dan menepuk pundak Zara. Saat Zara yang masih melingkari soal matematika untuk dijadikan PR mendongak, Hana mengedikkan dagu ke arah pintu kelas. Pergi ke kantinlah maksudnya.

"Lo duluan aja, deh. Gue mau ke kelas sebelah. Katanya jaket yang dia beli di gue kemarin kekecilan. Masa iya gue salah ngirim barang."

"Mau nitip beli camilan?"

Zara menjentikkan jari. Sinar terang dari lampu bohlam khayalan menyala di atas kepalanya. "Boleh, tuh. Jajan yang pedes-pedes ya, Han. Lumayan nanti bisa dimakan pas pelajaran PKN."

Hana memelorotkan bandana kain yang melekat di rambut Zara. "Lo kalau sampai ketahuan gue nggak ikut-ikut, ya."

Zara merengut. Sambil membetulkan bandana yang kini menutupi matanya gadis itu memain-mainkan bibirnya meniru kalimat Hana. "Masa SMA lo terlalu standar kalau hidup lo lempeng-lempeng aja. Sekali-kali lah, kita makan pas pelajaran," ujar Zara mencablak seenaknya.

Hana tertegun. Masa SMA-nya tidak selurus yang Zara tahu. Tersenyum singkat, Hana memutuskan untuk segera ke kantin.

Sepeninggal Hana, Zara menoleh ke bangku pojok. Prama juga sudah keluar. Ini saatnya ia melakukan aksinya. Mengecek barang ke kelas sebelah? Itu hanya dalihnya agar Hana meninggalkannya sendiri. Gadis itu merogoh laci mejanya, mengambil setumpuk brosur yang ia cetak sepulang dari jualan kemarin.

Zara lekas melenggang pergi, meninggalkan kelas yang sudah ramai tidak karuan. Ada yang memutar musik keras-keras dan menggelar konser dadakan di depan papan tulis, ada yang ke kantin seperti Hana, bahkan ada yang teriak-teriak karena kehilangan charger ponsel. Pasti naruhnya sembarangan hingga bisa raib seperti itu. Zara hanya bisa menggelengkan kepala.

Berdiri bersandar di salah satu pilar sambil mengutak-atik ponselnya, sekarang Zara berada di koridor ke mana saja. Siswa Grahita menamainya begitu karena koridor tersebut terhubung dengan semua tempat di sekolah. Letaknya yang di tengah menjadikannya sebagai pusat gedung sekolah itu. Mau ke taman pasti melewatinya, mau ke perpustakaan juga harus melintasinya, ke kantin pun pasti akan menyusuri lorong tersebut.

Zara yakin beberapa menit lagi koridor ini akan ramai. Banyak yang kembali dari kantin dan seringnya mereka nongkrong di taman yang mana sinyal wi-fi di situ lancar jaya.

Zara akan membagikan brosur agar banyak yang tahu bahwa ia membuka stan jus di dekat sekolah. Ia tidak ingin melibatkan Hana dan Prama karena Zara ingin kedua temannya itu bisa menikmati istirahat dengan tenang tanpa harus membantunya promosi. Meski tahu mereka tidak akan menolak jika dimintai bantuan, biarlah untuk saat ini Zara ingin melakukannya sendiri.

Itulah akibat jika kita terus merasa kurang, apa-apa yang kita miliki bisa jadi justru dikurangi oleh Tuhan 😏.

Zara memicingkan mata saat membaca status yang jarang-jarang Prama unggah di WhatsApp. Apa kiranya yang sedang cowok itu alami sampai menyematkan senyum smirk di akhir kalimatnya.

"Lo nggak usah sok perhatian gitu, napa! Asal lo tau, cewek yang lo deketin itu pacar gue!"

Zara sampai hampir menjatuhkan ponsel saat amukan itu terdengar. Gadis itu berbalik. Di depannya, tampak Prama berjalan sambil menutup kedua telinga dengan telapak tangannya yang besar. Cowok lain di belakang Prama masih bersungut dan mengejar.

Tanpa disangka Prama didorong dan nyaris tersungkur jika saja tidak segera menguasai keseimbangan. Zara maju ingin melerai, tapi seketika berhenti saat kerah seragam Prama ditarik oleh siswa kelas tiga yang bertubuh atletis itu.

"Jauhi pacar gue dari sekarang!"

Prama mendorong lawannya hingga kerahnya terbebas. "Yang ganjen tuh cewek, lo. Baru nyadar kali kalau ada cowok yang lebih ganteng dari pacarnya."

Com(e)fortable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang