Zara menyikut lengan Hana, memberi kode supaya segera membantu memberi keputusan. Sementara Prama di belakang mereka tetap berjalan santai sembari sesekali bersiul untuk membunuh suasana lengang di koridor yang mengarah ke tempat parkir sore itu.
"Terserah deh, gue ngikut aja." Hana gantian menyodok pinggang Zara.
Zara menempelkan telunjuknya di depan bibir. "Bisa nggak sih lo ngomong pelan-pelan aja suaranya?" desisnya yang dibalas dengan pelototan Hana yang merasa geregetan.
"Perasaan gue biasa aja kali, kalau ngomong. Lo pikir mulut gue toa masjid?"
"Kalian lagi ngobrolin apa sih, dari tadi? Brosur yang gue buat jelek? Mau direvisi apa gimana, ngomong aja."
Zara cepat berbalik menghadap Prama sambil menggeleng kuat-kuat. "Nggak gitu. Kita berdua habis ini kan mau ke kafe."
"Terus?" Prama menyejajari posisi Zara agar gadis itu bisa mengobrol dengannya dengan nyaman.
"Ya, emm, anu ...."
"Zara mau ngajak lo juga, tapi malu dan bingung ngomongnya gimana."
Zara melempar tatapan tajam pada Hana yang dengan santainya mempermalukannya di depan Prama. Hana sendiri hanya tersenyum simpul meski melihat bahasa tubuh Zara sedang mengomelinya.
"Bener gitu, Za? Jadi lo mau ngajak gue nge-date?"
Zara menautkan kedua alisnya. "Mana ada kencan ceweknya dua tapi cowoknya cuma satu? Ih, mulut lo minta digetok, ya!"
Prama tertawa pelan, begitu juga Hana yang sepertinya puas ketika melihat Zara tampak lucu karena salah tingkah. "Bahasa kencan terlalu berlebihan deh, kalau buat abege kayak kita," canda Prama makin membuat Zara bermuka masam.
"Langsung ke intinya saja, ya, Pak. Bapak ini mau apa nggak makan-makan sama kita?" tanya Zara menjadi gemas.
"Emang di kafe mana?"
"Kafe daerah Jalan Cempaka," sahut Hana.
"Oke."
Zara menghela napas. "Jadi gue debat sama Hana cuma buat denger kata 'oke' dari Prama?" keluhnya pada diri sendiri.
"Lah, emang salah kalau gue jawab gitu?" tanya Prama polos tapi tidak menjawab respon dari Zara yang kini sudah fokus mencari kunci motor di tasnya.
***
Selang sepuluh menit mereka bertiga sudah berada di sebuah kafe yang cukup terkenal di kalangan anak muda khususnya daerah Bintaro. Terdiri dari dua lantai yang memiliki suasana cozy membuat kafe yang bernuansa ungu muda ini selalu menjadi tempat nongkrong favorit.
Lagu Attention milik Charlie Puth menjadi hiburan pengunjung saat itu. Ketiganya memilih tempat duduk di lantai dua. Empat kursi kayu dan meja panjang menjadi pilihan Zara karena terletak di dekat dinding yang di permukaannya terdapat gambar bagus, cocok sebagai latar foto.
"Kalian sering ke sini?" tanya Prama sebagai pembuka sembari menunggu pesanan datang.
"Nggak sih, kadang-kadang aja kalau pelajaran di sekolah sulit-sulit kayak hari ini. Buat ngilangin capek."
Prama mengangguk saat Hana menjelaskan. Kemudian cowok itu mengamati sekeliling, banyak juga anak sekolahan yang sedang berkunjung. Ternyata begini rasanya pergi bersama teman, pikiran penat sementara pergi dari otaknya digantikan dengan rasa rileks. Prama tidak menyesal karena hari ini telah bolos kerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Com(e)fortable [END]
Teen FictionMenjadi anak kandung tapi tak disayang, menjadikan Zara bertekad membuktikan diri. Bersama dua sahabat, Hana yang memiliki rahasia dan Prama dengan pelik keluarga hingga dicap pencuri. Kedai jus merupakan pembuktian Zara. Bersama dua sahabat, ia ber...