Bab 18

597 93 0
                                    

Zara mengusap wajahnya dengan frustrasi. Sekarang stan jusnya terancam tutup dan pastinya ia gagal membuktikan kehebatan dirinya di hadapan orang tua. Persahabatannya juga kemungkinan besar akan pecah. Belum lagi Zara harus menghadapi cemoohan teman-temannya yang mengira ia benar-benar menjadi kaki tangan Prama saat melakukan pencurian.

Gadis itu menggigit bagian dalam bibirnya hingga luka dan rasa besi pun mulai menyebar di mulutnya. Hatinya nyeri, pikirannya kalut. Dalam keadaan seperti ini membuat otak Zara buntu, ia belum juga menemukan cara untuk menyikapi masalah ini.

Ponselnya tiba-tiba bergetar. Karena terbiasa mengira pesan yang masuk di jam istirahat seperti ini pasti berasal dari custumer di olshop-nya, Zara refleks membuka dan detik itu juga ia merasa menyesal. Prinsip Zara, jika sudah membaca isi pesannya maka wajib untuk membalas meski singkat. Tapi saat ini ia malas berhubungan dengan siapa pun.

 Tapi saat ini ia malas berhubungan dengan siapa pun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gadis itu memandangi pesan dari Bagas sekali lagi. Seharusnya ia masih harus bersyukur karena ketua kelasnya itu selalu peduli pada semua anggotanya. Tapi Zara tetap merutuk dalam hati karena sekarang ia layaknya buronan yang dicari-cari.

Zara mengepalkan tangan. Ia turun dari ranjang sembari mengusap kasar bekas aliran air matanya. "Gue kan nggak salah. Ngapain takut," ucapnya tegas.

"Udah nggak pusing lagi? Mau balik ke kelas?" tanya Bu Naya--penjaga UKS yang berpapasan dengannya di pintu masuk. "Baru aja dibikinin teh anget," lanjutnya sambil menunjukkan secangkir minuman manis yang dibawanya itu.

"Iya Bu. Maaf, saya harus segera menemui Pak Putu."

"Iya, nggak apa-apa. Malah Ibu seneng kamu udah fit lagi."

Zara tersenyum kaku. Sepertinya penjaga UKS itu belum mendengar cerita apa-apa tentangnya. Entah jika sudah mengetahui semuanya, sikap Bu Naya apakah masih seramah ini?

"Mau Ibu bawain obat pereda pusing buat jaga-jaga kalau nanti ngerasa nggak enak badan lagi?" Bu Naya menangkap diamnya Zara sebagai isyarat bahwa gadis itu masih ragu untuk meninggalkan UKS karena mungkin masih merasa sedikit lemas.

"Eh, nggak perlu, Bu. Saya langsung permisi aja."

***

Sebelum menemui Pak Putu, Zara ke toilet untuk membasuh wajah. Ia harus menghilangkan kesan kekecewaan dan kesedihan agar terlihat tegar dan kuat.

Mulanya semua berjalan lancar, Zara tidak mendapat perundungan seperti yang sudah ia bayangkan tadi. Tapi saat tinggal beberapa langkah lagi ia memasuki ruang guru, ada dua siswi yang berpapasan dengannya sambil menatap Zara dengan penuh cibiran.

"Cantik-cantik tapi salah pergaulan," bisik dari salah satunya.

Dinding pertahanan Zara runtuh seketika. Gadis itu hanya mampu bergeming dan menatap nanar sekelilingnya.

Com(e)fortable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang