19: 1+1=3

2.9K 188 15
                                    

Sehun POV

"Johnny, aku harus apa?" tanyaku panik menunggu hasil dari dokter. Irene sekarang di dalam dan aku menyelinap keluar untuk menelfon Johnny, aku sangat butuh saran dari dia.

"Kalian di rumah sakit mana?" tanya Johnny.

"Yang di Seocho." jawabku.

"Oh. Aku kenal dokternya, ini aku kirim diagnosa Irene ke dia." kata Johnny.

"Makasih, John. Sudah ya, Irene menunggu."

"Iya, kau jangan panik, Hun. Kalau Irene hamil sebisa mungkin beri pengertian yang membuatnya tenang, nanti juga dokter bantu." pesan Johnny.

"Mck, menurut kau beneran hamil Irene?" tanyaku.

"Kemungkinannya sangat besar. Apalagi kau sudah lama tidak melakukan hubungan itu, spermamu bisa jadi sangat sehat, dan Irene juga sedang dalam masa suburnya. Siapkan dirimu juga dengan hasil apapun yang keluar." jelas Johnny yang memberi penjelasan sederhana.

"Hah... yasudah ya." dan aku memutuskan panggilan itu.

Aku masuk kembali ke ruangan dimana Irene akan diperiksa. Dokternya perempuan untungnya, bodohnya aku memikirkan dokter sekarang.

"Ibu Irene Bae? Berbaring ya, Ibu." perintah dokter dan Irene berbaring di tempat tidur yang ada.

Aku berdiri di samping kiri Irene, tangan Irene menggenggam tanganku sangat erat. Walau dirinya sedikit stabil dan tidak lagi mengeluarkan air mata, tetap saja Irene pasti merasa tidak karuan sekarang.

"Ibu, tekanan darah ibu rendah. Namun normal saja untuk pasien yang punya latar belakang anemia. Ibu rileks ya, atur pernafasannya. Kita sekarang ke ruang Ultrasound ya." dokter menjelaskan keadaan Irene lalu menyuruh kami berpindah ke ruangan lain yang akan mendeteksi apakah Irene benar hamil atau tidak.

"Dingin ya, Ibu? Bapak gapapa temenin itu di sebelah sana." dokter mempersilahkanku berdiri lagi di sebelah kiri Irene.

"Ibu terakhir halangan kapan?" tanya seorang suster yang ada di samping dokter.

"10 Juli, sus." jawab Irene.

"Kalian berhubungannya kapan?" kini dokter yang bertanya.

"Pertama kali, tanggal 29 malam hari." kujawab dan dokter terlihat serius memperhatikan layar yang ada.

"Cepat sekali ya... dua minggu. Subur sekali kalian." ucap dokter membuat aku dan Irene saling bertatapan.

"Maksudnya, Dok?" tanya Irene.

"Lihat ini, Bu. Sudah ada kantungnya, isinya sudah mulai terlihat dan cukup cepat berkembangnya. Selamat ya, Bu. Selamat, Pak. Sudah dipercaya secepat ini menjadi orangtua. Banyak pasangan yang menunggu bertahun-tahun bahkan melakukan fertilisasi luar untuk hamil." jelas dokter yang sepertinya sudah melihat diagnosa dari Johnny.

Detik dimana Irene dinyatakan hamil, genggaman tangan Irene semakin erat. Kami sama sekali tidak menunjukkan reaksi bahagia atau terkesima saat melihat monitor. Sebenarnya aku sangat bahagia, namun melihat Irene seperti terbebani membuat aku hanya bisa memikirkan apa yang bisa membuat Irene stabil dan berbahagia dengan kehamilannya.

"Ibu, seminggu lagi datang ya. Kita akan cek apakah janin berkembang sehat." pesan dokter.

"I-Iya, Dok." jawab Irene.

"Ibu, Bapak, kehamilan yang tidak direncanakan atau terjadi secepat ini adalah hadiah terindah. Ibu jangan khawatir, semua akan baik-baik saja. Cepat atau lambat ibu akan hamil pastinya. Ibu tahu, kalau apa yang ibu rasakan, janin juga rasakan itu, Bu. Kalau ibu berberat hati menerima kehamilan ini, janin akan stress dan fatalnya janin akan jatuh dan ibu mengalami keguguran. Ibu-"

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang