21. Tersangka

1.6K 238 90
                                    

Rasanya seminggu ini menjadi sangat tidak menyenangkan.

Dega merasa kacau.

Sangat kacau. Hingga ia tidak dapat berkonsentrasi terhadap apapun.

Yang biasanya Dega selalu fokus belajar dan mendengarkan guru disetiap mata pelajaran dengan khidmat, kini cowok itu tengah melamun sambil memutar pulpen di tangannya. Sesekali ujung matanya melirik ke samping, ㅡtempat dimana Dira duduk.

Ya, Dira adalah tersangka yang telah membuat tujuh hari Dega menjadi kacau. Sejak kejadian kemarin saat Dira diantar Edsel berangkat sekolah, mereka berdua menjadi jauh seperti awal mereka kenal. Dan sepertinya ini jauh lebih buruk.

Dira yang biasanya tak gentar untuk mendekati Dega itu, kini malah terasa semakin menjauhinya. Tak ada lagi sapaan ketika mereka berpapasan, tak ada lagi yang membuka obrolan ketika mereka duduk berdampingan saat kerja kelompok, dan tak ada lagi suara khas Dira yang sering memanggil namanya berulang kali.

Padahal, Dega baru saja sadar bahwa ia sangat menyukai suara panggilan dari mulut Dira itu.

"Dega. Xandega Abimanyu!"

Dega mengerjap saat telinganya menangkap sebuah suara panggilan dari seseorang.

Apa itu suara Dira?

Bukan, itu bukan suara Dira!

Dega melihat Dira sedang fokus mencatat di buku catatan sedari tadi, jadi bisa dipastikan itu bukan suara Dira.

Refleks Dega memutar kepalanya ke depan, karena tanpa sadar daritadi kepalanya ternyata menoleh samping, ㅡke arah Dira.

Sampai akhirnya Dega sadar yang memanggilnya adalah Pak Sapta, ㅡGuru Bahasa Indonesia yang sedang mengajar di depan kelas.

"Ah, y-ya Pak?"

"Saya lagi menjelaskan di depan kelas, kenapa kepala kamu malah noleh ke samping terus? Leher kamu keputer?"

Bisa Dega dengar gelak tawa keras Juna di sebelahnya. Kursinya juga di tendang-tendang oleh Denis dari belakang.

Sial.

Bukan cuma ketiga temannya ternyata yang menertawainya, tapi seseorang yang menyita pikiran Dega selama tujuh hari itu juga menertawainya. Bisa-bisanya Dega sempat melirik Dira lagi padahal Pak Sapta sudah berjalan mendekatinya sambil memegang spidol dan penghapus papan tulis.

"Tadi saya jelasin apa? Coba di ulang."

Mana Dega tahu! Selama hampir dua jam mata pelajaran, tidak ada sedikitpun materi yang masuk ke kepalanya.

Hancur sudah image baik Dega di depan guru dan teman-teman sekelasnya.

"Jelasin aja Ga, gimana cantiknya Dira pas diliatin diem-diem kayak tadi."

Brengsek memang Juna.

Bisa-bisanya membisiki Dega hal seperti itu ketika dirinya sedang jantungan menghadapi Pak Sapta. Memang sepertinya Dega harus mensortir, mana teman yang seharusnya dijadikan teman sebangkunya. Bukannya membantu, malah memperkeruh! Teman sebangku macam apa Arjuna Dwija itu?

Sungguh kepala Dega rasanya berdenyut, mengingat-ingat meteri yang disampaikan Pak Sapta tadi. Tapi mana bisa ingat? Dia saja tidak memperhatikan sama sekali!

Pak Sapta masih berdiri di hadapan meja Dega dan menatapnya ngeri. Seperti seorang Singa yang ingin menerkam seorang kijang bodoh bernama Dega.

"Teks Anekdot ya Pak,ㅡ"

Ada jeda beberapa saat, Dega membaca buku catatannya yang hanya menuliskan judul materinya saja.

Saat Dega hampir melanjutkan penjelasannya, detik berikutnya menjadi sangat melegakan sekali. Bagaimana tidak? Jam istirahat berbunyi nyaring pada detik-detik mencekam Dega.

STOLEN (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang