2.7 | Her

16.4K 2.5K 352
                                    

Sudah tiga hari sejak Mingyu pergi ke Belanda untuk urusan bisnis bareng Taeyong, dan selama tiga hari itu juga Taerin jadi lebih banyak waktu bareng Doyoung. Seperti hari ini, Taerin di jemput dari rumah sakit oleh Doyoung.

"Jeno nggak pulang?" tanya Doyoung memecahkan keheningan.

Taerin mengangguk. "Biasa, kok."

"Terus di rumah sama siapa?"

"Ya sendiri, emang mau sama siapa?"

"Rumah segede itu?"

"Mau kecil ya di kostan kak."

Mendengar jawaban dari Taerin, Doyoung hanya terkekeh sembari mengacak kecil rambut Taerin yang ia biarkan terurai.

"Udah lama banget ya, kita nggak duduk bareng satu mobil." Ucapan Doyoung berhasil membuat Taerin melirik sang objek utama. "Terakhir banget, waktu kita ke taman safari kan?"

Bak sihir bagi Taerin, sudut bibir Taerin tiba-tiba saja terangkat, membuat sebuah senyuman manis yang sudah jarang ia perlihatkan.

Rasanya, ketika Doyoung mengatakan itu memori Taerin kembali pada lima tahun lalu. Tahun yang paling bersejarah dihidup Taerin. Yang mengahdirkan orang-orang baru untuk Taerin. Orang-orang yang menyempurnakan setiap detik kehidupan Taerin hingga detik ini. Dan pemeran utama dari itu semua sekarang ada di samping Taerin.

Lama Taerin memandang Doyoung yang sedang fokus menyetir, membuat hatinya kembali teriris saat menyadari bahwa ia telah melepaskan takdir paling sempurna untuk seseorang yang ternyata begitu mudah berbagi hati. Mata Taerin terasa panas, hingga akhirnya ia mengalihkan pandangannya ke arah luar.

Doyoung yang sebenarnya daritadi memperhatikan Taerin, hanya diam tanpa melakukan apapun, saat dilihat ada buliran bening yang meluncur bebas dari balik kelopak mata Taerin. Doyoung tau apa yang sedang Taerin pikirkan saat ini, meskipun Taerin masih enggan bercerita tapi bukan Doyoung namanya kalau tidak tahu segala hal. Termasuk soal Mingyu. Siapa lagi infomatornya kalau bukan seorang Jung Jaehyun?

Jauh di dalam hati Doyoung, Doyoung ingin sekali memeluk Taerin sekarang. Menenangkannya, memberinya semangat, menguatkannya, seperti dulu saat Doyoung jatuh Taerin lah orang ada di sampingnya. Kalau diingat-ingat lagi, rasanya bukan tidak mungkin Doyoung juga akan menangis. Tapi, bukan kah itu akan memperkeruh suasana?

Perjalanan lima belas menit begitu terasa seperti lima belas jam. Tanpa ada yang bicara atau sekedar berdeham, bahkan suara radio pun juga nampaknya enggan ikut bergabung. Setelah cukup lama, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah bernuansa modern dengan dua lantai dan cat berwarna abu-abu.

"Gue buatin minum dulu ya kak."

Doyoung yang baru turun dari mobil hanya mengangguk sambil membawakan tas Taerin. Laki-laki bertubuh tinggi itu, melangkah memasuki rumah. Menjatuhkan tubuhnya pada sopa coklat yang ada di ruang tamu, sembari melepas jas, dasi dan sepatunya. Pekerjaannya hari ini begitu mengeluarkan banyak tenaga. Ditambah kehadiran Choi Taerin yang sekarang sering membuatnya harus bolak-balik ke club atau hotel hanya untuk membawanya pergi dari Ayahnya yang menurut Doyoung tidak layak disebut Ayah.

Kita bahas nanti saja soal Choi Taerin, toh sepertinya di hati dan pikiran Doyoung hanya akan ada Lee Taerin bukan Choi Taerin.

"Minum dulu kak." Taerin meletakan cangkir putih berisi coffee late kesukaan Doyoung.

Doyoung mengangguk kemudian meminumnya dengan senang hati. Bukankah akan menyenangkan jika setiap hari saat dia lelah dari bekerja akan ada seorang perempuan yang menyambutnya dan membuatkannya coffee late? Apalagi kalau perempuan itu Taerin, Doyoung jamin hidupnya akan begitu sempurna.

Perfect | Kim Doyoung ✓ [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang