2.1 | Missing

22.3K 2.9K 90
                                    

Seorang laki-laki juga manusia. Punya perasaan dan punya hati. Lalu kenapa ketika ada masalah selalu laki-laki yang menjadi pelaku utamanya? Seolah-olah laki-laki memang ditakdirkan hadir untuk bersalah. Padahal pada kodrat yang sebenarnya laki-laki hadir ditakdirkan untuk melindungi wanita. Itulah kenapa laki-laki lebih banyak mengalah dan memilih salah ketimbang harud melihat wanitanya menangis.

Saya pikir kebahagiaan wanita saya adalah saya. Itu dulu. Kemudian dia menghilang seolah-olah saya tidak pantas untuk dia. Lama tak bertemu, sepertinya takdir masih ingin saya berhubungan dengan wanita yang pernah menyakiti hati saya dan mengecewakan saya. Untuk apa sebenarnya kita kembali bertemu kalau nyatanya dia saja sudah memilki kebahagiaan baru?

Terkadang saya ingin sekali melihat buku takdir saya. Saya ingin tahu bagaimana ending kisah saya dengan dia. Tapi rasanya saya tidak ada hak untuk melihat ketentuan Tuhan apa lagi sampai mencampurinya. Saya pun diciptakan karena dibutuhkan lalu kenapa saya masih ingin mencari yang tidak harus saya cari? Bukan kah Tuhan sudah menciptakan saya dengan penuh pertimbangan?

Saya pikir bukan hati saya saja yang tersakiti oleh wanita paling berpengaruh di hidup saya ini, tapi juga mental saya. Bukan sesuatu yang buruk saat dia mulai menggangu pikiran saya sampai susah tidur. Toh nyatanya ketidak bisa tiduran saya itu, saya dapat menulis skripsi lebih cepat. Terimakasih.

Hahaha.... Jika mengingat kembali bahwa saya pernah bersatu dengan wanita milik orang lain, rasanya itu seperti lelucon kuno yang hanya dapat dimengerti segelintir orang. Wanita yang sekarang menyandang status dokter anak itu sekarang kembai menyandang status tunangan orang. Hahaha lucu bukan? Ketika saya masih saja mencintai dia bahkan sejak enam tahun lalu atau bahkan lebih? Entahlah, sangking banyaknya waktu yang tak ingin saya ingat saya jadi tidak perduli soal tahun, bulan, apalagi jam.

Sulit awalnya saya bisa menerima ending lima tahun lalu itu. Harapan besar saya untuk dapat kembali memeluk dan menjadi bagian dari hidupnya, hilang dalam hitungan detik. Kalau kalian tanya apakah sakit? Saya rasa kalian tahu apa jawaban saya. Karena meski saya terlihat tidak perduli dan terkesan keras, saya pun bisa merasakan sakit seperti yang kalian rasakan.

Meskipun begitu, saya bangga dengan dia yang dapat menyelesaikan studinya dengan cepat. Walau awalnya saya ragu dengan kemampuannya, tapi rasanya semangat yang ada di dirinya lebih besar daripada insting gila saya. Diumurnya yang sudah menginjak 25 tahun itu berarti saya 26. Sudah sangat pas untuk membangun kehidupan sendiri. Iya dia dengan hidupnya dan saya dengan hidup saya.

Kecil harapan untuk bisa membangun kehidupan bersama, setelah dia memutuskan untuk melangkah lebih jauh dengan pria lain. Kecewa? Untuk apa? Tapi saya tidak munafik. Saya masih cemburu, bahkan kalau bisa saya masih ingin mengambilnya kembali. Egois? Terdengar seperti itu.

Tapi apa kalian pernah membayangkan, saat kebahagiaan yang kalian miliki hilang dalam hitungan detik. Saat saya sakit, saya jatuh, saya lemah dia ada, dia selalu kasih semangat, selalu bisa buat saya bangkit dan melawan segala hal yang saya hadapi. Tapi, hanya dengan semalam semuanya hilang.

Apa kalian pernah merasakan berada di posisi saya? Saya pun rasanya masih tidak sadar akan hal itu. Terlalu rumit dan terlalu berat untuk saya lewati.

Saya kehilangan. Saya kehilangan semangat hidup saya, saya kehilangan bagian besar dalam hidup saya. Saya kehilangan hati saya. Mungkin sebentar lagi saya akan kehilangan segalanya.

"Halo, Pak?"

"Iya?"

"Ada tamu di lobby Pak."

"Siapa?"

"Namanya Kim Mingyu."

Selucu itu hidup saya sejak lima tahun lalu.

***

Nih yang minta lanjut....

Gas nggak nih??? Wwkk

Perfect | Kim Doyoung ✓ [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang