Real Name

860 85 19
                                    

"Namaku Eunhyuk.”

“Kau bisa memanggilku Eunhyuk!”

“Eunhyuk-imnida.”

Normalnya, orang-orang akan memanggil dengan nama panggung, bukan nama asli. Lagi pula, Hyukjae memang sering memperkenalkan diri dengan nama Eunhyuk. Sehingga Hyukjae terbiasa dan sedikit melupakan sensasi jika nama aslinya diucapkan oleh orang lain. Mungkin asing, aneh, geli, entahlah. Hyukjae tidak begitu tahu, tapi ia akan segera merasakan sensasi pengucapan nama aslinya melalui bibir tipis milik Donghae.

“Hyukjae-ya?”

Hyukjae memejamkan mata ketika nama aslinya dipanggil. Ada sensasi geli dan kram yang berasal dari bagian hati juga perutnya. Tidak mengerti jelas bagian mana yang agak sakit atau nyeri tetapi itu bukan sesuatu yang buruk. Hanya sebagai respon gatal yang terasa lucu timbul dari ulu hati, bisa samakan hal ini saat seseorang yang istimewa sedang menyentuhmu, memelukmu atau bahkan menciummu.

Berdebar. Keringat dingin. Gelisah. Senang.

Apa?!

Hyukjae mengenal namanya, tentu saja. Tapi ia terus merasa geli yang aneh sampai menahan senyumnya agar tak keluar, walau di sana tak ada yang melucu juga. Hyukjae bersikeras mempertahankan ekspresinya, ia mungkin akan sangat senang dan bersemangat mendengar nama itu, jika saja disebutkan pada momen-momen tertentu misalnya.

Momen tertentu apa?

Sementara Hyukjae menahan ekspresi pada wajah, Donghae terdengar mengulang nama Hyukjae untuk mendapatkan respon. Sebenarnya daripada respon, Donghae lebih membutuhkan perhatian yang kelewat besar dari Hyukjae agar ia berhenti bersuara di sana.

“Hyukjae?” panggil Donghae dengan nada yang menyenangkan.

“Hyukjae, kau mendengarku?” panggil Donghae diakhiri geraman dari rasa ketidaksabaran yang kentara.

Pada panggilan terakhir, Hyukjae menyahut dan melihat ke arah Donghae yang tengah sibuk menatap ponselnya. Hyukjae kira Donghae sedang melakukan sesuatu yang merepotkan, mungkin butuh bantuan atau apa. Tapi saat mata mereka bertemu, Donghae menunjuk layar ponselnya dengan jari dan menampilkan raut tanya.

“Apa aku harus beli ini, Hyukjae-ya?”

Hyukjae mengangkat sebelah alis sambil bangkit untuk berdiri di belakang tubuh Donghae dan merendahkan tubuhnya agar bisa memperhatikannya. Donghae sejak tadi duduk di meja makan dengan perhatian penuh pada ponselnya, setelah beberapa menit yang lalu baru saja selesai dengan mencuci piring. Kebetulan mereka baru saja menyelesaikan makan malam. Hanya makan malam biasa karena Donghae menolak keinginan lain yang sempat dipinta Hyukjae.

Apa dia serius memanggilku hanya untuk bertanya akan membeli boneka? Hanya boneka?

Hyukjae menatap layar ponsel bergantian dengan wajah penuh harap Donghae. “Lakukan sesukamu saja,” katanya terdengar pasrah.
Donghae memiringkan kepala, terlihat kurang setuju dengan jawaban itu. Hyukjae sudah mengambil tempat duduk di sampingnya, mencoba untuk sabar mendengarkan, tapi Hyukjae lebih terlihat dituntut untuk mengatakan sesuatu sekarang. Hyukjae tidak mengada-ada, tapi Donghae memang menyuruhnya tanpa mengeluarkan suara, hanya memberinya tatapan penuh penuntutan.

“Hyukjae-ya?” panggil Donghae dengan rengutan pada bibirnya.

Hyukjae memejamkan mata, mendengar namanya dipanggil dengan jarak sedekat ini. Belum lagi, ekspresi Donghae yang menambah sensasi berbeda saat namanya berhasil keluar dari bibir tipi situ. Saat matanya terbuka, Donghae tersenyum lebar. “Kau menyukainya, ‘kan?”

Catch The MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang