Waiting and Talking with Anything

847 78 14
                                    

Apa yang akan dilakukannya saat ini?

Tak bisa pergi ke mana pun, walau sebenarnya obsi untuk mengunjungi kafe adalah pilihan terbaik. Bahkan pergi mengunjungi para hyung dan dongsaengnya, jika saja mereka memiliki waktu karena beberapa tampak sibuk dengan jadwal pribadi. Hanya menyisahkan ia yang punya cukup waktu luang—atau sebenarnya sangat luang—sampai bisa menikmati berdiam diri di apartemen dan kebingungan ingin melakukan sesuatu untuk mengusir jenuh. Apartemennya sepi, ia benci pada fakta ini. Jika, diingat-ingat ia telah pulang sendiri setelah pergi menonton suatu pertandingan, sementara seseorang yang biasa menjaganya pergi ke tempat lain.

Konyol mengakui, mereka telah bersama hanya untuk mengunjungi tempat yang berbeda. Menikmati waktu tersisa sehari sebelum pulang dengan berjalan-jalan sendiri.

Entah apa pula maksudnya?

Sekarang jenuhnya mulai terasa sangat menyebalkan, padahal ia bisa saja menghubungi orang itu. Sekadar berbasa-basi atau bahkan menyuruhnya agar cepat kembali, mungkin. Karena jujur saja, ia mulai merasa menyesal telah mencoba biasa saja untuk pulang sendirian.

Oh, oke.

Dong Hae menatap ponsel yang layarnya menghitam. Tak ada satu pun pesan atau panggilan, kecuali dari para hyung dan dongsaengnya. Tak ada pula kegiatan yang bisa dilakukannya, walau sebenarnya pergi menonton, berdiam diri di ruang rekaman atau memainkan gitar bisa menjadi pilihan. Tapi, baginya saat ini tidak ada yang begitu menyenangkan untuk dilakukannya, semuanya terasa menjemukan.

Dong Hae menatap sekeliling, tidak tahu ingin berbuat apa, tangannya mengambil ponsel. Tak ada gambaran untuk menangkap sesuatu yang menarik tetapi kamera ponselnya membidik  satu-satunya tanaman yang ada di ruangan itu. Suara kamera terdengar memecah keheningan, sesaat ia merasa senang dan ide untuk memposting beberapa hal yang mungkin saja menghiburnya timbul. Sehingga Dong Hae mau repot-repot mencari sticker yang—katakan saja—lucu di mesin pencarian dengan cukup lama.

Dong Hae tak berpikir apa-apa, memposting gambar itu dengan tulisan tangan dan sticker. Sampai kemudian, ia mulai menyadari kekonyolan yang ada pada dirinya sendiri. Mengenai perasaan jenuh dan apa yang menyebabkan ia merasakan hal bodoh ini. Wajahnya merona, ponselnya ia matikan dan mungkin akan lebih baik pergi ke dapur untuk membuat minuman sehat, selain baik untuk tubuhnya, mungkin baik juga untuk pikiran kacaunya saat ini.

Ia harus menenangkan diri sebelum akhirnya bertingkah bodoh, lagi. Dong Hae tidak menyadari, jika di tempat lain ada orang yang tersenyum layaknya orang gila di depan layar ponsel. Seolah-olah kerasukan, tawanya yang agak aneh terdengar mengganggu sekali untuk beberapa temannya.

“Lihat, siapa orang bodoh yang bilang, jika ia bisa melakukan sesuatu sendirian tanpa bergantung padaku?” Hyuk Jae bergumam bahagia, tidak memperhatikan jika orang di sebelahnya mengernyit heran. “Oh, benar-benar Ikan Kecil yang lucu!”

Hyuk Jae juga tidak pernah bepikir akan memposting sesuatu di sana, setelah menunggu beberapa menit lamanya. Seolah tidak melihat sesuatu sampai kemudian ia memposting dua hal dengan caption yang sangat jelas. Entah apa pula maksudnya yang membuat wajah Dong Hae merona di apartemennya, sungguh tidak jelas sekali. Apalagi Dong Hae langsung melakukan panggilan, wajahnya cemberut ketika sambungan teleponnya di terima.

“Oh, Ikan Kecilku yang malang, kau tidak sabar, eoh?”

“Hyuk Jae-ya, cepat pulang!”

Pada tuntutan yang terucap membuat wajah Dong Hae merona, perilaku konyolnya semakin parah. Dong Hae benci mengakui, jika tak bisa melakukan apa pun kalau Hyuk Jae tak ada di dekatnya. Tak ada sesuatu yang bisa dilakukannya dengan benar atau sesuatu yang menyenangkan berjalan di sekitarnya. Dong Hae hanya menemui rasa jenuh dan bosan sampai mengajak tanamannya berbicara dan beberapa hal konyol yang dilakukannya tanpa sadar.

“Katakan padaku kalau kau merindukanku, maka aku akan cepat pulang.”

Dong Hae tak bisa bicara mendengar permintaan main-main Hyukjae. Walau sangat ingin mengatakannya, tapi saat ini Dong Hae merasa sangat malu untuk mengakui kebenaran itu. Tapi, bukankah Hyuk Jae sudah sangat tahu? Lalu, mengapa bertanya lagi?

“Ugh, aku—kau harus cepat pulang pokoknya!”

Sambungan telepon diputus, Hyuk Jae menikmati sensasi dimana menjadi seseorang yang sangat dibutuhkan. Matanya menatap layar ponsel, tidak merasa tersinggung sedikit pun. Karena tahu orang yang memutus sambungan itu amat sangat merindukannya.

Ah, aku akan segera pulang, Sayang.[]

Owh, holaaaa~

Chapter kali ini terinspirasi dari postingan mereka di LA kemarin, yaaa~

Iya, sih, momennya lewat beberapa hari, tapi bapernya masih berasa *lol*

Lah, kenapa Hara yg baper? (●´∀`●)

Oh, oke, skip!!

Ga banhak cincong, sih. Hara cuma mau ngingetin untuk tinggalin jejak vote dan comment biar Hara seneng, lho~

Jangan lupaaaaa~~~~ (´∀')

Kalo gitu bubyeeee (づ ̄ ³ ̄)づ

a/n :
Jangan lupa buat main² di "The Scent" jugaaa!!! (●´∀`●)

Catch The MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang