Suara digit sandi yang baru ditekan terdengar memecah keheningan. Jam pada dinding sudah menunjukkan waktu yang semakin larut dan hari sudah berganti. Jika saja tak mengingat waktu pulang, mungkin Eun Hyuk masih bersama teman-temannya sedang menenggak minuman dan menghabiskan sisa malam dengan bergurau. Walau rencana itu terdengar menyenangkan. Eun Hyuk masih mengingat waktu pulang dan beristirahat di apartemennya. Lagi pula, esok dia punya waktu libur dan berencana untuk bangun sangat siang.
Bangun sangat siang adalah rencana paling menyenangkan.
Eun Hyuk menghempaskan tubuhnya di atas sofa, di ruang tengah yang terang benderang. Matanya terpejam dengan setengah wajah yang tertutup lengan. Menghalau cahaya lampu dan berusaha menemukan rasa nyaman pada sofanya. Hasrat ingin beranjak dari sofa pergi entah ke mana. Dia cukup lelah, bahkan baru memikirkan untuk berjalan saja sudah sangat kelelahan. Mungkin Eun Hyuk tak akan ke kamar mandi untuk membersihkan diri atau sekedar berganti pakaian atau menempati kamarnya.
Malam ini dia akan tidur di ruang tengah tanpa membersihkan diri, pikirnya.
Masih dengan mata terpejam dan wajah tertutup lengan. Dia merogoh ponselnya yang berbunyi, yang letaknya di saku jaket. Dia menggunakan tangan yang lain untuk menerima panggilan tanpa memeriksa siapa yang menghubunginya. Dia menerima sambungan telepon dengan suara yang serak.
“Oh, kau sudah tertidur, Eun Hyuk-ah?”
Mata Eun Hyuk otomatis terbuka lebar, seolah rasa kantuk tersedot dari suara yang menyapa. Dia kemudian menarik ponsel untuk memeriksa nama penelpon. Kemudian senyum bodohnya muncul ketika tahu siapa yang menghubunginya.“Kau belum tidur?” Eun Hyuk bertanya tanpa sama sekali menjawab pertanyaan Dong Hae. Pada akhir pertanyaannya, dia berdehem untuk menormalkan suaranya sendiri. Dong Hae menaikan sebelah alisnya, dia sadar jika suara Eun Hyuk berubah. “Kau baik-baik saja, Eun Hyuk-ah?”
“Tentu saja. Omong-omong, kenapa kau menghubungi selarut ini, hm?”
Dong Hae kemudian menjadi bersemangat tentang sesuatu yang akan disampaikannya. Tetapi sebelum dia mengatakannya, dia memeriksa sesuatu tentang Eun Hyuk lewat pertanyaan, “Kau sedang tidak melakukan apa-apa saat ini, ‘kan?”
“Iya, aku sedang tidak melakukan apa pun. Ada apa, hm?”
“Kau mau menemaniku nonton tidak?”
Eun Hyuk merasa dirinya baru saja disiram air es. Eun Hyuk baru benar-benar tersadar mendengar permintaan Dong Hae. Raut wajahnya kebingungan sambil melirik jam dinding yang jarum panjangnya sudah menunjuk angka sembilan. Kira-kira dia sudah hampir tertidur beberapa menit yang lalu. Mungkin akibat alkohol dan ditambah tubuhnya yang kelelahan, jadi proses sadarnya terhambat. Kemudian, Eun Hyuk mengingat jika tanpa sadar telah hampir menyetujui permintaan Dong Hae. Sehingga, rasa menyesal menyergap perasaannya.
Menyadari jika terlalu lama berdiam di sambungan telepon tidaklah baik, Eun Hyuk berdehem pelan. Kesadarannya sudah penuh membuat lelah dan penyesalannya pada Dong Hae mengingatkan. Lagi pula, Eun Hyuk tak bisa menolak ajakan itu, tapi tubuhnya sudah cukup kelelahan.
“Dong Hae-ya, bagaimana jika aku ketiduran saat kita menonton nanti?”
“Huh?”
Eun Hyuk mengusap belakang lehernya, merasa tidak enak dengan cara yang berlebihan. “Umm, sebenarnya aku baru saja pulang bertemu dengan teman-temanku, aku juga sudah tertidur beberapa menit. Bagaimana, hm?”
Dong Hae terdiam hanya untuk menyadari beberapa hal. Pertama, dia sudah salah memilih waktu dan kedua dia terlihat egois. Kemudian dia tak sadar memilin-milin ujung kemejanya, “Kau sangat lelah hari ini, hm?”
“Umm, kurasa begitu, tapi aku masih bisa menemanimu. Hanya saja, konsekuensinya… kau tahu, ‘kan?”
Dong Hae menghela napas, jika sudah begini dia harus mengalah pada Eun Hyuk. “Kalau begitu besok saja. Kau beristirahatlah malam ini, nde?”
“Benar tidak apa-apa?”
Walau raut wajahnya sendu, Dong Hae mencoba sebisa mungkin untuk meyakinkan Eun Hyuk. Karena dia juga mengerti kondisi Eun Hyuk, jadi dia tak akan memaksa lelaki itu hari ini. “Sungguh, tidak apa-apa. Kau beristirahatlah, Eun Hyuk-ah!”
Sayangnya, Dong Hae tak pandai berbohong dan menyembunyikan sesuatu, Eun Hyuk mendengar jelas nada kekecewaan itu. Kemudian dia merasa menyesal telah memberi harapan padanya, jadi tanpa sama sekali memutus sambungan telepon walau Dong Hae sudah pamit. Eun Hyuk kembali berbicara dengan agak tegas dan menenangkan.
“Dong Hae-ya, tunggu aku di tempatmu! Kita nonton hari ini!”
“Oh, kau tak perlu memaksakan dirimu!”
“Tapi, aku lebih tak suka mendengar nada bicaramu, jadi tunggu saja aku di sana, aku akan menjemputmu. Kutemani kau nonton, oke?”
Dong Hae hampir-hampir memanggil Eun Hyuk di sambungan telepon, tapi itu diputus sepihak. Kemudian Dong Hae menghela napas sambil memandang layar hitam ponselnya, “Augh, kenapa dia memaksakan diri sekali?”[]
Hollaaaa~ welcome 2019!!! ^^
Hayooo, liburan akhir tahun pada dimana nih? Kumpul bareng squad? Kumpul keluarga? Atau ada yg nungguin ff ini up?😅
(Duh, geernya diriku😂😅)
Ah, iya... Sebenarnya chapter ini mau ditayangin lebih dulu dari chapter kemarin. Tapi, karena Hara ngerasa ga puas sama ceritanya, jadi Hara undur buat diendap kemudian diedit sana-sini😅
Chapter ini ditulis masih dgn terinspirasi kisah² kecil mereka yg Hara baca di fanacc milik eSTARstar. Berhubung sungguh manis dan gemesin, Hara memberi sentuhan sana-sini agar tercipta sebuah cerita (eeeaaakkk~) (´∀')
Terimakasih sudah mau baca, singgah dan memberi vote+coment di chapter² lainnya. Jadi, ya, Hara tunggu kehadiranmu di chapter ini utk diberi votmen ^^
So, see you next time~ ( ˘ ³˘)❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Catch The Moment
Fanfic(Tidak) Menjamin tiap baca chapter dalam cerita ini kamu hanya akan menemukan sesuatu yang bikin urat-urat wajahmu rileks-by authornya agak galau. Karena ditulis tanpa embel-embel tangis atau sakit hati dan pikiran tentang kekalutan kenyataan hidup...