My Manager

759 76 17
                                    

Hyukjae yakin dia adalah orang yang sangat mudah terbiasa, sangat fleksibel dan bisa menerima segala hal dengan sangat cepat. Hyukjae meyakini ketiga itu sampai kemudian manajernya resign, tidak tahu jelas apa alasannya—karena Hyukjae berpikir itu pasti bukan karena dia—dan sekarang posisi itu telah ditempati oleh lelaki yang lebih muda, berambut kecokelatan, bermata bundar dan agak pendek. Oh, ada satu tambahan lagi, dia agak lamban dan selalu melakukan banyak kesalahan, sehingga Hyukjae merasa kesal.

Ya, ini bukan sesuatu yang pantas untuk dibicarakan. Namun, Hyukjae tidak bisa berhenti untuk menatap yang lain dengan pandangan bertanya-tanya tentang bagaimana yang lain bisa bertahan hidup di industri ini dengan tingkat kecerobohan yang tidak terukur lagi.

Mungkin ini terdengar seperti Hyukjae telah merendahkan manajernya, tapi Hyukjae hanya mencoba untuk jujur. Dia telah merasa dibohongi, jika itu tidak bisa dibilang telah terbodohi oleh bagaimana penampilan Donghae. Lelaki itu jelas telah memberikan kesan pertama yang menarik, sehingga Hyukjae agak menyayangkannya.

Lelaki itu bertubuh sedikit pendek daripada Hyukjae, berambut kecokelatan dengan iris mata yang sewarna, dan tersenyum seolah seisi alam adalah sesuatu yang indah. Hyukjae jujur saja merasa konyol telah melihat senyum lelaki itu, walau dia tahu jelas senyum yang ditunjukan Donghae adalah sesuatu yang disebut kesopanan daripada menggoda.

Benar-benar terlihat menggoda, jika Hyukjae belum tahu Donghae menyimpan banyak kejutan!

Oh, oke, itu berlebihan karena Donghae terlihat sangat polos dan tidak tersentuh, sehingga Hyukjae telah banyak meragukannya di awal pertemuan, tapi tetap memiliki kesan bagus untuknya.

Ah, entahlah?

“Aku dengar dari Heechul hyung, Hyukjae hyung sangat suka susu stroberi. Aku membelikannya untukmu.” Donghae tersenyum malu, iris matanya yang cokelat tampak bergetar. Hyukjae memperhatikan yang lebih muda tampak menghembuskan napas panjang, lalu membungkuk sangat dalam. “Mohon bimbingannya, Hyukjae hyung!” akhir perkenalan yang singkat dan baik, menurut Hyukjae.

Namun, semua yang dianggapnya baik pada pertemuan pertama ternyata mendatangkan hal-hal yang paling tidak masuk akal. Hyukjae yakin dia tidak merasa selelah ini saat bersama manajernya yang lama—Oh, omong-omong, Hyukjae merindukan kinerja manajer hyung yang berada di dekatnya, tapi lupakan itu sejenak—tapi dengan Donghae itu menjadi sangat berbeda.

Hyukjae telah yakin akan sangat manusiawi jika manusia bisa melupakan sesuatu, bersikap ceroboh dan lamban. Tapi, itu menjadi tidak wajar bagi Donghae yang jelas-jelas bertugas untuk selalu menjadi yang siaga atau yang paling bisa menjaganya. Hyukjae yakin ini kekanakan, tapi Hyukjae harus mengakui dia terasa seperti telah mengasuh seorang bayi.

Ya, Donghae yang menjadi bayi, bukan dia!

Ada begitu banyak momen dimana Donghae telah melupakan banyak hal, meninggalkan sesuatu yang penting untuk tidak dibawa atau bahkan membuat Hyukjae kehilangan banyak kata setelah tahu yang lebih muda tidak melakukan segala hal dengan benar. Awalnya, Hyukjae akan menasehati dan berupaya baik untuk memaklumi tingkah itu. Tapi, lama-lama Hyukjae hanya bisa memandang Donghae dengan irisnya yang kelam, lalu dengan nada penuh candaan—karena tak mungkin memarahi Donghae—memanggil yang lebih muda dengan banyak sebutan.

“Pabbo!”

“Yak, Lee Donghaek!”

“Ikan, kenapa begitu?”

Kemudian yang termuda hanya bisa menunjukkan wajah penuh penyesalan, menggumamkan kata maaf berulang kali dan berjanji tidak akan mengulang. Tapi, itu hanya sebuah kata karena apa yang telah dijanjikan Donghae akan selalu terulang di hari yang lain, di kesempatan yang lain dan Hyukjae secara ajaib tidak terkejut.

Catch The MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang