Holding Hands

548 68 23
                                    

Lain kali Hyukjae harus membawa tali pengikat, jika tak mau ambil risiko kehilangan jejak Donghae. Bukan, bukan karena dia harus berada di dekat yang lebih muda selama 24 jam. Hanya saja, anak itu terlalu asyik sendiri mengambil banyak gambar dengan menggunakan lensa kameranya, sehingga mereka sering terpisah di beberapa kesempatan. Hyukjae tahu mereka sering berkunjung ke Jepang, tetapi bukan berarti Hyukjae dapat membebaskan Donghae untuk berkeliaran tanpa tahu arah dan mendapati yang lebih muda tersesat. Hyukjae tahu pemikirannya konyol, Donghae adalah lelaki dewasa—mereka seumuran, tapi Hyukjae lahir beberapa bulan lebih dulu—tetapi dia tak bisa menghentikan perasaan ingin menjaga yang lebih muda agar tetap aman.

Perasaan yang membuatnya kesulitan karena Donghae juga berperilaku sama. Mereka telah menjaga satu sama lain.

“Bisakah kau tidak berpisah dariku, Donghae-ya?” Hyukjae menatapnya serius dengan nada suara yang Donghae benci.

Hyukjae benar-benar meluapkan sedikit kemarahan pada yang lebih muda, sementara yang lain tampak murung. Itu hanya bentuk kekesalan, bukan kemarahan di luar batas karena beberapa menit selanjutnya lelaki pemilik senyum gusi itu akan bertingkah lembut dan banyak tertawa lagi.

“Kau sudah lebih dari dua kali entah berada di mana. Bersyukur aku menemukanmu, kau pikir aku senang melihatmu berkeliaran entah ke mana?” lanjut suara itu semakin membuat Donghae merengut.

Hyukjae cukup jarang meluapkan kemarahannya pada Donghae. Dia selalu hadir untuk memberi masukan, melarang beberapa hal atau hadir dengan kalimat menenangkan. Jarang Hyukjae terlihat marah padanya, tidak tahu apa karena Hyukjae tak mampu menunjukkan kemarahannya. Singkatnya, Donghae agak dimanja sampai kemarahan kali ini tidak terasa menakutkan.

Satu-satunya yang membuat anak itu cemberut hanya karena kameranya yang ditahan Hyukjae. Iris kecokelatannya fokus pada tangan Hyukjae yang menyimpan kamera di belakang punggung, Hyukjae tak melewatkan perhatian Donghae untuk menegur.

“Jangan berpikir aku akan mengembalikan kameramu.”

“Yak, Lee Hyukjae!”

Akhirnya, adu tatap di antara iris yang berbeda warna itu terjadi. Donghae dengan keras kepala membujuk Hyukjae agar mengembalikan kamera, sementara Hyukjae berusaha mengungkapkan perasaan khawatir dibalik sikapnya yang tegas. Namun, kegiatan adu tatap itu hanya membuat banyak kegagalan. Hyukjae hampir menyerah untuk mengembalikan kamera pada Donghae ketika melihat tatapan itu semakin memelas. Beruntungnya, itu tidak terjadi karena Donghae sudah lebih dahulubmembalikan tubuhnya dan menjaga jarak dari Hyukjae.

“Baiklah, kau bisa menahan itu.” Donghae berkata tidak sungguh-sungguh, dia berharap jika Hyukjae akan datang membujuknya tetapi pengharapan itu tak terjadi.

Justru Hyukjae menyimpan kamera itu di dalam tas dan mendekat kepada yang lebih muda. Dia mengamati yang lain menghindar pada langkah lain dan hanya mengikut sampai menggapai jemari itu untuk digenggam. Perilakunya sukses menghentikan sisa langkah, dia membungkus jemari itu dan memasukannya pada saku.

Tampaknya Donghae masih enggan luluh dan menurunkan kadar kekesalan akibat kameranya ditahan. Namun, Hyukjae punya banyak ragam cara untuk mengembalikan Donghae.

“Kau bisa mengambil fotonya nanti, sekarang fokuslah pada kencan.”

“Kupikir kau juga bersedia menemaniku mengambil banyak gambar?”

Hyukjae tersenyum mendengar nada jawaban yang diberikan Donghae padanya. “Tapi, tidak dengan menghilang begitu saja, kau mengerti?”

Donghae perlahan tersenyum, dia memerhatikan sekilas tangannya yang dibungkus di dalam saku jaket Hyukjae. Dia tak ingin mengaku suka pada perilaku Hyukjae yang satu itu, tentang jemari yang mengelus tangannya dan meremasnya secara perlahan. Donghae ingin menyimpan pengakuan itu untuk dirinya sendiri.

“Tapi, kau tampak tak kesulitan saat mencariku, bukankah itu tidak masalah?”

“Itu bukan berarti kau bebas menghilang di sekitarku, mengerti?”

Donghae merasakan pandangan yang lain padanya, kegugupan itu muncul di antara ketukan langkah kaki mereka. Walau mereka berjalan di antara keramaian orang-orang, detik itu seperti hanya ada mereka berdua yang mengisi ruang jalan. Perlahan gambaran keramaian hilang satu per satu, seperti waktu memberikan izin untuk keduanya menikmati momen kebersamaan. Donghae berusaha untuk tidak terlalu terpengaruh, seperti yang selalu dilakukannya saat Hyukjae memberinya tatapan intens.

“Apa kau sedang memikirkan caranya menghilang ketika aku menggenggam tanganmu?”

“Aku tak tidak bisa memikirkannya, kupikir aku akan menetap di dekatmu.”

Hyukjae tertawa mendengar jawaban Donghae dan semakin mengeratkan genggamannya. Bagaimanapun Hyukjae tak mau mengambil risiko dengan kehilangan yang lain, dia akan menggenggamnya erat, sama seperti yang lain menjadi pasrah di bawah telapak tangannya.[]

Happy satnight~~ ^^

apakah jarak updatenya terlalu dekat?

hehehe~ anggap aja hari ini lagi kesambet setan update (´∀')

kebetulan juga Hara ga banyak omong, harus rehat malem ini :") jadi langsung aja ya bilang, terima kasih banyak atas dukungan utk chapter sebelumnya~ ^^

jangan lupa tinggalin vote dan komen di chapter yg ini! ^^ dan sampai bertemu di chapter atau fanfiction Hara yg lain
( ˘ ³˘)❤ (づ ̄ ³ ̄)づ

Catch The MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang