Kim Jisoo

2K 107 2
                                    

Jisoo, Kim Jisoo.

Aku siswi tingkat dua di salah satu sekolah seni terbaik di Korea Selatan, Hanlim School Art. Aku bukan siswi tenar dan cantik bila di bandingkan kebanyakan siswi disini.

Apalagi materi, sepertinya aku adalah peringkat terakhir bila masuk dalam kategori tersebut. Ya. Aku diterima disini karena beasiswa pada saat sekolah menengah dan aku sangat bersyukur bisa melanjutkan pendidikan ku di sekolah elite ini. Tapi, Itu dulu. Sekarang aku benar-benar muak menghabiskan masa sekolah tinggi ku. Karena nilaiku yang selalu tinggi mereka merasa aku adalah batu penghalang bagi prestasi mereka. Alasan yang tak rasional. Padahal hanya dengan otakku lah aku mampu menyamakan strataku disini, hanya dengan sedikit kepandaianku, aku setidaknha masih punya muka untuk satu kelas dengan mereka. Aku bukan pintar karena ingin menyombongkan diri. Aku hanya butuh beasiswa untuk biaya sekolah dan buku-bukuku.

Hanya satu yang bisa membuatku tetap bertekad melanjutkan pendidikanku sampai lulus. Karena eomma-ku satu-satu nya orang yang kumiliki di dunia ini. Satu-satu nya semangat hidupku. Satu-satunya alasan kenapa aku ingin merubah garis takdirku.

Appa? Aku tak pernah tahu benar, bagaimana kasih sayang seorang ayah. Ayah yang kutahu tak lebih dari seorang pengecut yang tega menelantarkan kami, aku dan eomma. Bahkan kekerasan fisik dan verbal sanggup dilakukan oleh seorang yang pantas disebut ayah. Definisi ayah yang hangat dan penyayang tak ada dalam kamus hidupku.

Hidupku memang rumit dan keras. Kadang aku merasa tak ingin dilahirkan ke dunia. Namun melihat aku tak berjuang sendirian, dan aku masih memiliki eomma, aku sangat bersyukur ia adalah orang yang tepat sebagai tempat ku untuk pulang.

Malam ini, hujan rintik menemani langkahku setelah aku membersihkan kedai foodcourt tempat ku bekerja. Kusembunyikan kepalaku dari tetesan air hujan dalam tudung dan merapatkan coat yang kupakai. Aku mempercepat langkahku segera ingin melepas penat di akhir hari ini.

Jarak rumah dan kedai terbilang cukup jauh. Tapi aku sudah biasa berjalan dalam malam. Lagipula bus pun tak ada yang lewat jika sudah lebih dari jam 11 malam.

Setelah 30 menit berjalan sampailah aku di sebuah hunian sederhana. Tak ada yang istimewa. Bangunan yang kusebut rumah adalah ruangan sederhana di atas sebuah rooftop gedung pertokoan.

Ini rumah yang mampu kami sewa dengan susah payah.

"eomma, aku pulang" kubuka pintu dan meletakkan sepatu vans ku di tempatnya. Bajuku basah sebagian namun tak terlalu kuyup. Diluar sedang gerimis, tak sampai hujan.

Eomma-ku tak menyahut, tapi aku tahu ia masih terjaga. Bau harum menusuk indra penciumanku. Hangat. Rumah sederhana ini, entahlah terlalu nyaman untuk ku tinggal lama-lama.

Kulihat ia sibuk menata makanan di meja makan. Masih dengan celemek usangnya.

"eomma, kenapa repot-repot memasak untukku. Apa kau tak lelah. Eung?" aku memeluknya dari belakang.

Ia tersenyum membalas. Kemudian segera menulis sesuatu di notebook yang selalu ia kalungkan di lehernya. Jangan heran, iya, eomma-ku adalah tuna wicara.

Lihatlah tanganmu begitu dingin.
Tulisnya sambil menggenggam tanganku. Aku masih menggelayut manja di pundaknya.

Kau lebih lelah anakku. Makanlah yang banyak. Dan cepat lah istirahat.
Aku tersenyum. Melepaskan pelukanku dan duduk bersila di depan meja makan kami.

Eomma selalu terjaga bila aku belum pulang. Dan ia akan sekedar membuatkanku minuman hangat atau menemani tidurku, menceritakan hariku yang melelahkan sampai kita berdua benar-benar mengantuk.

Ia mengikuti duduk disampingku dan dengan semangat mengambilkan mangkok untukku. Menaruh nasi beserta lauknya. Daging asap dan sup kerang kesukaanku.

"darimana eomma dapat makanan mahal ini, whoaaaa" ucapku bersemangat. Liurku bersekresi lebih banyak dari biasanya.

Ny. Yang memberi nya cuma-cuma. Tulisnya

"aaahhh..eomma sangat beruntung mendapat atasan sebaik Ny. Yang. Kapan-kapan aku akan berterimakasih padanya karena telah berbaik hati pada eomma ku ini..Hmm.. Eomma makanlah bersamaku." ucapku dengan mulut penuh.

Eomma pun mengambil nasi dan supnya. Kami makan bersama di tengah rintik hujan.

Kupandang wajah teduh yang sedang lahap menghabiskan makanannya, apa harimu melelahkan? Apa aku telah menjadi anak yang baik untukmu?

'Aku sangat menyayangi mu eomma, entah dengan apa aku membalas kebaikanmu padaku'

Eomma yang tahu kuperhatikan kemudian mengusap rambutku dan menyuruhku melanjutkan makan.

Eomma bukannya tidak melarangku bekerja paruh waktu. Ia berkali-kali marah melihat aku terlalu lelah dan masih menyelesaikan tugas di tengah malam selepas pulang kerja.

Namun aku bersikeras bahwa itu tak menganggu sekolahku. Walaupun ibuku juga berupaya memenuhi kebutuhan primerku, tak tega rasanya membiarkan ia kesusahan sendiri. Bukan Kim Jisoo kalau ia terlalu leyeh-leyeh berpangku tangan. Biaya sekolahku bukan dibilang murah, walau aku mendapat keringanan dari sekolah, ada biaya lain yang harus kupenuhi juga. Aku harus bekerja keras demi lulus sekolah tepat waktu dan menggapai mimpiku.

Aku suka menggambar. Entah itu sketsa atau melukis. Namun aku lebih tertarik dengan menggambar design mode. Walau tak jarang aku juga melukis diatas kanvas, aku menyukai tema kontemporer, namun aku lebih berminat pada design mode. Itulah kenapa kamarku banyak sekali kanvas dan paper tertempel di dinding-dinding kamarku.

Designer. Apakah hanya mimpi semata atau akankah aku bisa mewujudkannya?

Aigooooo...Jangan terlalu bermimpi Jisoo, untuk makan besok saja kau harus mengepel lantai.

Apalagi untuk menjadi designer. Hahhh.. Konyol sekali.

Aku lelah sekali sekarang. Bolehkah aku tidur?

***yolinkaPrantyas***

To

Be

Continue

2018

Spill the tea

"Second thousand minutes" sequel promise

PROMISE (BobSoo❤️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang