8|February|Envy

7 1 0
                                    

Aku manusia terburuk.

Jadi ceritanya aku  iri pada mereka yang ikhlas, yang berbesar hati menerima hidup 'pilihan Tuhan' dengan penerimaan yang tulus serta kesabaran yang indah.

Tanpa keluhan. Tanpa perasaan menjadi korban. Tanpa rasa paling menderita. Tanpa perlu merasa kesepian dan ketakutan.

Aku selalu bicara perubahan, aku afirmasikan aku ingin berubah. Tapi, rupanya aku hanya sedang bermulut besar, ketika tabir kenyataan di singkap.. entah kenapa aku merasa masih sama. Hatiku masih seburuk sebelumnya. Masih sebusuk itu.

Walaupun tak terpungkiri, semua Do'a yang dulu ku panjatkan, padahal itu dalam kemunafikan .. kini terwujud. Menjadi nyata.

Tapi, apa yang ku dapatkan? Goblok ! Iya, memangnya apa yang aku harapkan? Kalau yang aku pinta dunia, sekeras apapun aku mengejar dan mendapatkannya, tetap saja. hanya semu. Dunia itu pasti fana.

Aku tidak akan sampai pada titik kepuasan sampai aku mati. Karena itu aku mulai membenci dunia. Dunia adalah nama lain dari tipu daya setan. Aku telah menyadari sekarang, cuma berharap untuk tidak berpaling dari kebenaran ini.

Waktu berlalu, umur bertambah, tapi hidupku terasa tak berubah.
Tak terpungkiri, kegagalan bagiku ketika aku dihadapkan pada hal yang pernah aku hadapi tapi aku menghadapinya dengan cara yang sama pula. Cara orang-orang bakhil.

Jadi apa bedanya 15 dan 19?

Kan, tidak berkembang.

Tetap miskin jiwa dan busuk hati, contoh realnya belum mampu berdamai dengan kenyataan.

Apa guna waktu selama ini? Ku habiskan untuk apa jika pola pikirku masih saja mental breakdown? Buat apa baca-baca buku, belajar agama tapi masih bodoh seperti hewan ternak? Buat apa habiskan uang untuk sekolah jika masih berkeluh kesah sama dengan yang buta huruf?

Dasar tolol!

Hati masih terbesit suka membandingkan.

Lisan masih mengutuk hidup dan bertanya dengan arogan.. "kenapa?" Karena merasa sudah 'baik dan pantas' untuk mendapatkan apa yang di inginkan.

Betapa miskin jiwa ini, betapa bobrok akhlak ini. Tidak tau malu padahal yang di hadapi Maha Tau.

Jadi planning ku untuk memperbaiki hati busuk ini adalah ingin menjadi seperti mereka.. yang tersenyum saat terluka. Meski itu terkesan munafik dan berpura, tapi setidaknya mereka tampak kuat. Mereka menang melawan luka saat punya alasan untuk lebur.

Para pejuang tangguh itu
.. taukah betapa iri aku pada mereka?

Hati yang bersyukur itu ibarat pualam yang begitu berharga diantara hamparan kerikil..

Hati yang tidak meminta lebih dari dunia.

Lisan yang rendah hati mengoyak sungguh jiwa yang arogan dan miskin ini. Sungguh bentuk kebesaran jiwa. Membuatku menjelma menjadi bukan apa-apa saat disandingkan.

Tertawa dan tersenyum ketika menderita. Layaknya Asiyah yang tersenyum ketika di siksa.

Aku mungkin memang terlalu trauma dengan keinginan, tapi bukan berarti aku phobia dengan harapan. Hatiku, meski ku tau.. kekecewaan itu pahit dan perih. Tak pernah sedetikpun berhenti berharap pada-Nya.

Apakah aku pantas untuk mendapat rahmat-Nya yang lebih lagi? Atau menerima pertolongan-Nya langsung?

Aku takut untuk meminta, meski satu dari dunia. Karena dunia itu menjijikan dan sama busuknya dengan  neraka.  Aku takut Dia marah karena kebodohan inginku . Semoga Allah mengampuniku.

Karena aku sangat tau aku tak pantas.. kadarku tak berbanding dengan inginku.

Tapi untuk saat ini aku masih keras kepala tak mau menyerah. Diam-diam aku masih berharap. Tidak banyak, untuk saat ini hanya dua bagian untuk dunia.

Bukankah Dia sendiri yang mengatakan hanya cukup berkata "kun" apabila Dia berkehendak maka jadilah sesuatu itu.

Kata "Kun" lah yang ku tunggu tuk inginku.. yang ku semogakan dalam keterbatasan meski masih  dalam ketidakpantasan.

Semoga Allah mengampuniku.

24 January 2018

2019; The Power of Life (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang