26. Pergi

2.1K 104 5
                                    

Zaff menunggu hasil pemeriksaan dokter. Jam menunjukan pukul 02.10 dini hari. Seluruh tubuhnya hampir bergetar tak henti, ia panik dan benar-benar khawatir.

"Za.." ucap Caca dengan nada tangis yang tertahan. Zaff? Dia tak menangis, hanya terlihat panik dan takut, tapi ia benar-benar tak bisa mengeluarkan setetes pun air mata. Sedang kan Caca sudah menangis sjak dua jam yang lalu saat Zaff datang ke rumah sakit.

"Mama gak papa kok, Ca." ujar Zaff lalu merangkul tubuh mungil Caca, ia dekap dan memberikan kehangatan kepada Caca dan meredam rasa khawatir Caca, sebenarnya ia juga membutuhkannya, tapi Cac lebih penting.

Zaff dan Caca masih menunggu di depan ruang icu, hingga pintu ruang itu terbuka dan muncul seorang pria dengan jas putihnya. Dokter sudah selesai memeriksa dan mengisyaratkan agar Zaff ikut dengannya.

"Caca..., Caca biaa tunggu sebentar kan?" ucap Zaff lembut. Caca tak membalas, ia hanya mengangguk lalu saat ingin seera beranjak masuk kedalam ruangan, namun ditahan oleh Dokter. "Dik, jangan masuk dulu ya. Ibu mu sedang istirahat," ujar Dokter dengan nada sedikit tegas.

"Mama..." Cacca justru menangis saat itu juga, membuat Dokter merasa iba dan akhirnya menyuruh suster mengantar Caca melihat ibunya.

===|===

"Hasil pemerikasaan mekatakan, kalau penyakit paru-parunya semakin parah. Seharusnya ia sudah pulang sejak setahun yang lalu, tapi penyakitnya menahannya di rumah sakit ini. Dan saya memvonis hidup ibu mu tidak akan bertahan lama, Zaff." ucap Dokter menjelaskan panjang lebar.

Zaff hanya diam membisu, dia subgguh tak biaa menangis, dia hanya takut. Oh, ayo lah, setetes pun tak ada yang jatuh ke permukaan pipinya, setidak jika ada setetes ia bisa mengetahui ketakutannya.

"Saya yakin kalau ibu saya akan baik-baik saja. Saya harap dokter bisa melakukan pengobatan seperti biasanya. Anggap saja vonis itu tak benar adanya," ujar Zaff lalu beranjak dari posisinya meninggalkan ruang Dokter.

"Sabarlah, Zaff." ujar Dokter saat Zaff sudah tak ada dalam ruangan. Sejujurnya ia juga iba dengan ke adaan Zaff dan ibunya.

Ibu Zaff, Irma. Setelah tragedi kecelakaan yang menimpanya dan suaminya, ia harus di rawat di rumah sakit secara intensif. Seharusnya ia sudah pulang setahun lalu karena memang luka akibat kecelakaan yang menimpanya sudah sembuh. Tapi karena satu hal ia di tahan di rumah sakit, yaitu karena...penyakitnya.

Mungkin Zaff memang tak pernah menceritakan ini pada Netta, dan yang Netta tau hanya; Irma di rawat karena kecelakaan parahnya. Zaff memang sengaja menyembunyikan penyakit Irma dari Netta. Entahlah, mungkin menurut Zaff, Netta tak perlu ikut campur terlalu lebih dengan urusan keluarga-nya.

Zaff baru saja mendengar vonis Dokter yang paling ia benci seumur hidupnya. Kenapa bisa Dokter memvonis ibunya tidak akan hidup bertahan lama. Dia pikir, dia siapa? Tuhan?  Tanya Zaff dalam batinnya.

Zaff melangkah menuju ruang icu tempat ibunya saat ini. Dengan langkah menderu, pikirannya sudah berhamburan entah kemana, dadanya sedari tadi seperti ada yang menyumbat agar dia tak bisa bernapas. Jujur saja, ia mencoba untuk menangis, tapi tak ada air mata yang keluar sedikit pun. Sepertinya air matanya kering karena tak pernah ia gunakan untuk menangisi apapun.

••••••

Semua anak di dalam kelas XII IPA 4 meregangkan ototnya. Tersenyum lebar dan menghembuskan nafas lega mereka. Mereka seperti burung yang lepas dari sangkarnya.

Akhirnya hari ujian terakhir ke lulusan telah usai mereka lewati. Dan mereka tinggal menunggu hasil kelulusan mereka nanti.

"Fyuuuh!"

My Fierce Girl [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang