Part 5

247 44 85
                                    

Salam kenal, aku penulis amatir, yang kerjanya cari pengalaman. Silahkan tandai kalau ada kesalahan atau kekurangan,ya. Happy reading, hope you like it!!

🌼🌼🌼


Dua gadis itu berjalan beriringan. Jilbab mereka diterpa angin lembut dan mengibarkan ujung-ujung kain itu seirama dengan jalannya angin.

Mereka berhenti sejenak dan menikmati lambaian angin sepoi. Setelah angin itu berlalu, mereka saling menatap dan tertawa. Mereka melanjutkan perjalanan.

Gadis yang diketahui bernama Billa itu membawa dua tas belanjaan. Kali ini Billa ingin belajar memasak macam-macam makanan dirumah sahabatnya,karena sebentar lagi Billa akan melepas masa lajangnya.

Suasana tampak hening. Hanya ada bunyi derap langkah dan hentakan dari sepatu mereka yang teratur membentuk sebuah irama abstark. Masing-masing berkelana dengan pikirannya.

Bila berulang kali mencuri pandang ke arah sahabatnya. Menimbang-nimbang apakah ini saat yang tepat untuk menanyakan pertanyaan yang disimpannya. Akhirnya, membuka suara.

"Eh Han,emang kamu kenal sama mas-mas ber-tatto tadi?”

Hanun yang sejak tadi menundukkan pandangan pun mendongak. Retinanya mengarah pada wajah sahabatnya yang menatap teliti, seperti menerka-nerka dan menanti.

Sedetik kemudian,Hanun menggeleng sambil memperlihatkan senyumnya seperti biasa.

"nggak tuh,nggak kenal sama sekali malah. Emang kenapa?

"Sebenernya nggak ada apa-apa,sih. Tapi kenapa kamu mau bayarin dia,Han? Biarin aja kali. Toh sama mas-mas kernetnya tadi uadah diikhlasin" Billa menyampaikan argumentasinya.

Hanun tertawa lirih, hanya dia yang mendengarnya.
"itu bukan ngikhlasin,dia itu cuman ketakutan. Kamu nggak lihat tadi wajah mas-mas kernet nya udah kayak kepiting rebus? Hehehe. Yaudahlah, nggak usah dipikirin. Aku cuman kasihan aja sama abang kernetnya"

Billa akhirnya pun hanya bisa mangut-mangut tanda mengerti. Dua gadis itu pun melanjutkan perjalanan, hingga tanpa terasa keduanya sudah tiba di depan rumah sederhana milik Hanun.

***

Ray melangkah menyibak jalanan kampungnya menuju rumah. Karena rumah Ray berada di dataran tinggi,alhasil beberapa jalanan mendaki pun harus dia lewati. Ia membuat mimik wajah yang datar. Mungkin lebih ke arah dingin, belum lagi ditambah  dengan tatapan tajamnya yang mematikan. Masyarakat yang dilewatinya tampak acuh. Apa sudah selama itu Ray dipenjara hingga tak ada yang mengenalinya?

Iqbal dan kawan-kawannya ternyata sedang berada diantara penjual kaki lima pinggir jalan perbatasan desa. Maksud hati, mereka ingin menariki pajak bulanan pada pedagang asongan itu. Namun melihat beberapa pedagang begitu terkejut melihat Ray dan saling membicarakan lelaki itu. Mereka ikut menyimak obrolan pada pedagang.

"Eh,lihat itu bukannya si Ray anaknya bu Indah,ya?'

"Mana sih? Oh,iya tuh!. Dia kan habis dipenjara gara gara ikut tawuran malam. Dasar anak berandal!"

"Ih, anak resek kayak gitu,kok sebentar amat ya dipenjara. Kenapa nggak sekalian seumur hidup aja dipenjara,biar aman kita. Ahlaknya meresahkan warga. Iya, nggak?"

"iya bener banget,tuh. Coba lihat penampilannya sekarang, makin sangar. Pakai tattoo-tattoo segala lagi”

Ghibahan demi ghibahan tentang Ray keluar dengan mulus dari mulut para penjual asongan itu. Ray dengan santainya melenggang dengan wajah datarnya, tanpa menoleh atau menyapa orang-orang yang dibuat terheran dengan hadirnya yang tiba-tiba.

Meet For Leave (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang