Part 11

137 25 42
                                    

Salam kenal, aku penulis amatir, yang kerjanya cari pengalaman. Silahkan tandai kalau ada kesalahan atau kekurangan,ya. Happy reading, hope you like it!!

🌼🌼🌼


Ambulance sudah sampai di depan rumah Hanun. Pak Zumain segera dibopong oleh beberapa perawat. Billa yang juga berdiri disana memeluk sahabatnya yang masih sesenggukan. Hanun begitu terpukul.

"Yang sabar ya, Han. Kamu mau ikut ambulance atau bareng aku kerumah sakit?"

"Ambulance aja,Bill"

"Yaudah,aku nyusul kamu bareng ibu. Kamu hati-hati,ya. Yang kuat!"

Hanun segera naik ke mobil ambulance dengan lesu.  Billa melambai kala pintu mobil ambulan tertutup. Setelahnya,Hanun menatap mata ayahnya sendu. Linangan air mata tak dapat ditahannya.

Dihidupnya, ia hanya punya ayahnya setelah sang ibu lagi, juga Billa yang berstatus sebagai sahabatnya yang selalu ada. Hanya dua orang itu. Jadi, wajar ia begitu terpukul saat ini. Seakan hidupnya akan berakhir jika ayahnya tak dapat terselamatkan.

Bukan berlebih-lebihan, tapi untuk kehilangan ayahnya saat ini,ia benar-benar tidak sanggup.
Hanun percaya bahwa semua yang terjadi adalah bagian dari takdir yang tak dapat berubah. Kejadian perampokan, bahkan sampai abahnya yang mengalami banyak pendarahan juga adalah takdir baginya. Ia mencoba ikhlas dengan semua itu.

Namun, ikhlas, bukan berarti tak boleh menangis. Hanun tetaplah Hanun yang lemah.

Hanun memegangi tangan abahnya yang lemas dan pucat. Mencoba meraba urat nadinya. Lemah,bahkan sangat lemah. Saat menyadari itu, Hanun kembali menangis.

Ya Allah, Tolong selamatkan abah, batinnya lirih.

***

Tak ada kata sepi untuk tempat bernama rumah sakit. Walau masih sangat pagi, lorong-lorongnya penuh dengan orang berlalu-lalang. Tak seperti film-film horor yang menampilkan lorong rumah sakit yang sepi ketika malam hari. Beberapa diantara keluarga pasien-pasien masih menunggu di kursi tunggu, dan beberapa diantaranya mungkin sedang istirahat. Keadaan mereka tak jauh berbeda dengan Hanun dan mata sendunya.

Hanun dan Billa menungggu kabar baik dari dokter yang sedang memeriksa Pak Zumain sambil duduk tak tenang di kursi pengunjung. Ya,ia harap begitu. Semoga memang kabar baik.

Hanun berkali-kali mengusap air mata yang terus memaksa turun, ia harus kuat untuk ayahnya. Tak sabar menunggu,Hanun akhirnya bangkit. Ia mengintip keadaan ayahnya  dari balik jendela. Abahnya yang selalu terlihat kuat dan tegar, kini tergeletak lemah dengan selang infuse disebelahnya dan masker oksigen.

Billa memegang erat tangan sahabatnya. Hanun menatap sekilas sahabatnya, lalu kembali memandang ayahnya. Hanun benar-benar terpukul.  Mata dan fikirannya kosong. Segala perasaan bercampur di dadanya sampai ia bingung harus bereaksi seperti apa.

"Kamu nggak boleh gini lho,Han. Kita ikhlaskan apa yang sudah terjadi, berdoa sama Alah biar abah nggak kenapa-napa. InsyaAllah ada hikmah dibalik kejadian ini,dan Allah pasti mengganti semua dengan yang lebih baik."Hanun hanya mengangguk.  Ia harus kuat,demi Ayahnya.

Pelan-pelan ia memantapkan hatinya, memasrahkan semua kepada Allah. Punggung tanganya mengusap sisa sia air mata yang berjatuhan di pipinya.

"Aku ke minimarket dulu ya. Kamu pasti laper dari tadi nangis." Billa pamit dan berjalan menuju kantin.

Dari kejauhan,di ujung lorong rumah sakit terlihat Yumna dan Yahya seperti mencari seseorang. Setelah Yumna menangkap seseorang yang dia cari sedang duduk di kursi tunggu,Yumna melambai dan berjalan kearah Hanun secepat yang dia bisa.

Meet For Leave (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang