Part 9

162 28 42
                                    

Salam kenal, aku penulis amatir, yang kerjanya cari pengalaman. Silahkan tandai kalau ada kesalahan atau kekurangan,ya. Happy reading, hope you like it!!

🌼🌼🌼


Hanun merebahkan badannya diatas kasur. Ia mengambil buku catatan hariannya yang selalu ia simpan dibawah bantal. Seperti kebiasaannya, ia akan menuliskan kejadian apa saja yang melewati hari-harinya.

Buku itu berwarna biru, dengan bentuk hati ditengahnya. Buku pemberian almrhumah ibunda saat ultahnya yang ke 19 tahun. Hanun sebenarnya tak terlalu suka menulis, ia lebih suka bercerita. Tentunya hanya kepada orang yang ia percaya. Dulu setiap malam ia akan curhat dengan ibunya,ditemani belaian lembut di puncak kepalanya sampai membawanya ke alam tidur.

Namun itu dulu, sekarang ia hanya bersama buku biru itu.

Hanun membuka lembar demi lembar bukunya, mencari lembar yang masih kosong. Hampir separuh dari buku itu telah terisi . Akhirnya ia menemukan lembaran kosong, lalu mulai menarikan penanya diatas lembar putih itu.

Hanun POV

'Dear,Allah. Beberapa hari yang lalu banyak kejadian mengejutkan yang ku alami. Mulai dari bertemu preman yang nggak mau bayar ongkos naik angkot,belajar masak banyak resep makanan bareng Billa, nostalgia tentang teman-teman kampus, dan malam ini aku mendapat pencerahan tentang hidup sebenarnya saat kajian di masjid tadi.

Tadi pas kajian aku juga bertemu teman baru, Queneera Yumna Maysarah namanya. Anaknya supel dan punya stock banyak topic pembicaraan. Ia tak membiarkan suasana hening, ada saja yang dibahas. Ternyata rumahnya lumayan dekat dari sini. Hanya beda gang.

Kenapa aku baru tau? Mungkin aku terlalu banyak dirumah mengurus dan menemani abah yang seorang diri.

Hanun POV End

Hanun menutup buku catatannya, kembali ia simpan dibawah bantal. Tak lupa ia mengambil jam bekernya, lalu mengatur  alarm untuk membangunkannya jam dua pagi. Ia mengeletakkannya kembali di atas nakas.

Hanun mengadahkan tangannya, berdoa. Lalu mengusapnya ke wajah dan seluruh anggota badan yang sanggup digapainya. Ia membetulkan selimut hingga menutupi lehernya, menghadap sebelah kanan, dan memejamkan mata dengan perlahan.

***

Pak Zumain selesai membuat kopi susu di dapur. Ia masih ingin menghafal beberapa hadits tentang kesabaran dan pahala dari sabar untuk menguatkan dirinya dan bahan percakapan yang bermanfaat saat bertemu teman-teman lamanya nanti.

Ia melewati kamar Hanun yang sudah gelap, tandanya Hanun sudah tidur. Ia membuka pintu kamar Hanun sangat perlahan. Tak ingin membangunkan penyejuk matanya yang tengah telelap tidur.

Ia memandangi wajah tenang anaknya yang tertidur.

'Maafkan abah ya nak. Abah belum bisa bahagiakan kamu. Kamu bahkan rela putus kuliah untuk menemani abah. Semoga kelak kamu akan mendapat imam yang sholih, dan dapat membahagiakan dan menuntunmu hingga ke syurgaNya."

Pak Zumain mengusap puncak kepala anaknya penuh kasih. Lalu beranjak keluar dan melanjutkan aktivitasnya.

***

Ray menatap langit-langit kamarnya frustasi. Malam ini ia harus bertemu Iqbal yang entah akan membawanya kemana dan melakukan apa. Malam yang berat, padahal ia baru saja bebas. Ia bahkan belum mewujudkan tekad nya untuk berbakti walau hanya tiga hari.

Huft, semuanya benar-benar rumit. Ray mengurut-urut pangkal tulang hidung diantara kedua matanya, mencoba mengusir pening.

Melihat situasi diluar kamarnya, seprtinya ibunya belum tidur. Itu terbukti dari alat-alat penggorengan yang beradu,dan suara yang ditimbulkan sepasang sendal ketika dipakai penggunanya berjalan diatas tanah. Kegiatan seperti biasa, Bu Indah menyiapkan dagangannya untuk dijualkan di toko bu Hana. Sebagian mungkin ada yang dijajakan keliling sendiri olehnya. Setelah kembalinya Ray, bu Indah makin bersemangat bekerja. Lihat saja, bahkan sampai larut malam begini ia masih di depan penggorengan menyiapkan segalanya.

Meet For Leave (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang