Part 27

86 12 29
                                    

Salam kenal, aku penulis amatir, yang kerjanya cari pengalaman. Silahkan tandai kalau ada kesalahan atau kekurangan,ya. Happy reading, hope you like it!!

🌼🌼🌼

Bunyi dentuman yang keras mengagetkan seorang pria berumur di dalam rumah dengan aktivitas membacanya. Ia beranjak keluar secepat munkin setelah tak lupa mengambil kacamata lawas itu.

Dibukanya pintu, didepannya terpampang kejadian yang tak pernah diharapkan terjadi. Putri semata wayangnya, tergeletak penuh darah dikepalanya, dan sebuah pot tanaman yang terbuat dari batu yang telah lebur pula. Sementara disampingnya seorang lelaki tengah mendekat dan mencoba meraih kepala gadis itu. Mencoba meletakkan di pangkuannya.

Namun sayangnya, percobaannya itu sia-sia.
Pak Zumain telah lebih dulu menghalau aksi Ray dengan lambaian tangannya, dan raut wajah yang menunjukkan penolakan. Ia sekuat tenaga menggendong anaknya, walau terseok-seok dan kakinya nyeri kembali. Tapi ia biarkan, baginya tak ada yang lebih sakit daripada melihat dara yang terus mengucur deras dari kepala putri yang dicintainya.

Ray membuntuti Pak Zumain dengan cemas. Mungkin setelah ini ia akan ditendang dan diusir karena tidak becus menjaga Hanun, padahal hanya menemaninya berbelanja. Tapi ia singkirkan dulu tentang itu, yang terpenting adalah memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja. Yah, walaupun terlihat dengan jelas bahwa gadis itu tengah menderita. Tak baik-baik saja.

Pak Zumain dengan sigap meraih ponsel dan menelpon seseorang. Lebih tepatnya salah satu rekannya yang berprofesi doter. Hanya untuk penanganan pertama. Jika kenyataannya Hanun butuh perawatan intensif dan harus menginap di rumah sakit, ia akan dengan siap menyanggupinya. Apupun, agar putrinya selamat. Karena hanya putrinya itulah harta berharga yang ia miliki.

Sementara itu, Ray hanya menatap sendu Hanun yang terbaring. Di kerudungnya masih ada darah segar yang menguar. Pak Zumain meminta Ray untuk tidak mengganggunya dulu. Ray menurut, ia menyesal,kecewa dengan dirinya sendiri.

***

3 hari kemudian.

Sudah tiga hari semenjak kejadian jatuhnya Hanun karena lari dari perilaku Ray lancang. Keadaan Rumah makin canggung, Pak Zumain hanya menyapa Ray ketika makan siang bersama. Ray makin kikuk.

“Pak, gimana keadaan Hanun? Apa sudah baik-baik saja?” ini pertanyaan ke 12 setelah dua hari lalu. Ia begitu bersalah, ingin segera menemui Hanun dan meminta maaf.

Namun sayang, Hanun pasti terlanjur kecewa dan tak akan membuka ‘pintu’ lagi.

“Alhamdulillah sudah baik, nak. Sekarang tinggal pemulihan saja. Kamu jangan khawatir.” Pak Zumain menepuk bahu Ray tiga kali, kemudian berlalu pergi meninggalkan Ray yang masih tenggelam dalam kecemasan.

***

Gadis ayu itu duduk di depan meja riasnya. Mengambil sisir dan perlahan menyapukannya pada rambutnya yang semakin tipis. Oh, lihatlah! Walau gadis itu menggerakan sisir dengan perlahan, rambut-rambut rontok itu masih dengan bangga berjatuhan di di roknya. Beberapa helai juga bersemayam di telapak tangan gadis itu, padahal ia hanya mengelusnya barusan.

Ini hari ketiga semenjak kejadian menyebalkan itu, baginya. Ia mengurung diri di kamar, tentunya ditemani dengan beberapa lembar kertas yang digabungkan dan bersampul biru miliknya, serta bolpen boxy yang mungkin sudah biasa diajaknya menari diatas lembaran itu.

Meet For Leave (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang