Part 31

74 9 9
                                    

Salam kenal, aku penulis amatir, yang kerjanya cari pengalaman. Silahkan tandai kalau ada kesalahan atau kekurangan,ya. Happy reading, hope you like it!!

🌼🌼🌼


Pagi yang cerah, namun sayangnya hanya mampu dirasakan seorang lelaki dari balik jeruji besi. Baru dua puluh jam belum sehari ia menetap disini, tapi rasanya sudah sangat berbeda. Lelaki itu termenung mengingat kegiatannya beberapa hari lalu, sebelum ia menyerahkan diri pada pihak kepolisian. Ingatannya melayang pada kegiatannya sewaktu membantu ibunya berjualan, lalu terbayang pula wajah gembira sang ibu di siang yang sama seperti ini saat ia sudah kembali kerumah dan dinatakan bebas. Ternyata kebahagiaan itu tak berlangsung lama.

Terbayang pula siang hari dimana ia belajar tentang sholat dan keutamaan-keutamaannya kepada seorang paruh baya dengan nama Zumain itu. Lelaki yang begitu berjasa memperbaiki hati dan rohaninya dengan banyak menasehati agar ia selalu dekat dengan yang Maha Kuasa, maka kebahagiaan akan ikut serta. Teringat pula, di siang yang sama namun waktu yang berbeda, ia menemani seorang gadis berbelanja. Niatnya hanya menjaga, tapi justru ia membuat si gadis terluka. Karena luka gadis itulah ia disini sekarang. Setidaknya ia terlihat bebas diluar sana padahal jiwanya dihantui rasa bersalah pada gadisnya.

Apa? Gadisnya? Nyatanya itu hanya asumsinya saja. Gadis itu terlalu istimewa dan dia terlalu percaya diri. Harusnya ia sadar bahwa gadis semacam Hanun tak pernah menggantukan kriteria calon suami sepertinya yang sangat awam masalah agama. Baru belajar sebentar, sudah berbangga bisa mengajak gadis itu kesurga.

Ah,khayalanmu terlalu tinggi,Bung!

Ray menggeleng-gelengkan kepalanya, mengusir ingatannya yang terus berputar menyiptakan rasa penyesalan yang mendalam. Ia merutuki takdirnya yang buruk, bahkan sangat-sangat buruk. Namun nasi telah menjadi bubur. Takdir tak bisa diminta kembali. Lagipula, Allah pasti menyiapkan pelajaran berharga disetiap takdir ciptaanNya. Ray percaya itu.

Ray akhirnya menghela nafas. Ia meminta izin untuk berwudhu dan menunaikan sholat dhuha pertama kalinya setelah sekian lama. Ia ingin menenagkan diri dan memohon kekuatan dan kesabaran atas apa yang sedang dan akan terjadi. Setelah berwudhu, ia kembali pada tempatnya dan menghamparkan sajadahnya. Angin yang dihasilkan dari hamparan sajadah itu mengusir debu-debu.
Seakan berkata pada mereka, 'minggir! Ini ada seorang hamba yang hendak meminta ketentraman hati pada Rabbnya.'

Bram memandangi Ray yang mulai khusyuk dengan setiap gerakan sholatnya. Perlahan dan tidak terburu, pemuda itu seperti sangat menghayati. Tepat saat Bram memandangi Ray yang bersujud, di depan pintu kantor terlihat seorang pria paruh baya sepertinya dan anak gadis yang baru saja turun dari sebuah angkutan.

Bram memperhatikan kemana mereka akan melangkah. Setelah diyakini bahwa kedua orang itu mendekat kearah kantor, Bram bangkit dan membuka pintu.

"Selamat siang, Pak Bram. " Pak Zumain menyapa terlebih dahulu, kemudian mereka berjabat tangan.

"Siang. Mari masuk"

Setelah memastikan dua tamunya duduk dengan sempurna, Bram membuka suara kembali

"Ada keperluan apa bapak kesini?"
Pak Zumain menghela nafas dan tersenyum bersahaja.

"Kami ingin menjenguk Ray. Apa bisa? Ada hal yang harus kami tanyakan langsung padanya."

"Baik. Anda tunggu disini. Saya panggilkan dulu. "

Bram melangkah maju menuju tempat Ray. Lelaki itu ternyata masih dalam posisi tahiyyat akhir. Bram menunggu hingga pemuda itu menyesaikan seluruh gerakan sholatnya dengan sempurna.

Meet For Leave (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang