Berlatih 3

401 27 2
                                    

"Sanggala, silahkan diperiksa anak ini." Ujar eyang Badranaya. Sanggala menganggukkan kepala kemudian berdiri dari duduknya.

"Mari, silahkan kesebelah sini." Sambil mempersilahkan Khamsu, Sanggala berjalan kearah belakang eyang Badranaya menuju kesebuah tempat seperti panggung terbuat dari batu. Panggung tidak terlalu tinggi, sekitar tiga puluhan senti dan panjang dua meter beralaskan kulit harimau loreng yang disambung. Khamsu mengikuti dibelakangnya

"Duduk." Perintah Sanggala setelah dirinya dan Khamsu berdiri diatas panggung. Khamsu segera duduk bersila disusul Sanggala yang bersila dekat didepannya. Eyang Badranaya memutar kursinya untuk bisa melihat proses itu. Sedangkan Dalik dan eyang Naman berdiri disamping kiri eyang Badranaya. Dari posisi itu mereka bisa melihat dengan jelas.

Lalu Sanggala merentangkan kedua tangannya kesamping kanan dan kiri. Kemudian kedua tangan sebatas siku di tekuk kedepan dada lalu kedua telapak tangan direkatkan satu sama lain. Setelah beberapa saat tangan kanan dijulurkan dan telunjuk diacungkan kearah Khamsu sedangkan tangan kirinya tetap ditempat. Jari telunjuk yang diacungkan kemudian bergerak – gerak seperti sedang menulis diudara. Persis seperti yang dilakukan eyang Badranaya beberapa waktu yang lalu. Kembali, tulisan – tulisan aneh dan tidak mengerti oleh Khamsu terlihat muncul dan melayang diudara disekitar jari telunjuk Sanggala. Pada saat itulah Khamsu merasakan berdenyut - denyut disekitar dada dan ulu hatinya. Tak berapa lama, bagian yang berdenyut tadi terlihat bersinar memancar kedepan menembus bajunya. Sinar keemasan perlahan meredup bersamaan dengan munculnya sebuah pancaran tenaga berbentuk keris. Keris berwarna hitam dibagian pinggir dan berwarna emas dibagian tengahnya berukirkan kepala burung bermahkota dipangkalnya. Keris tersebut terlihat sedang dililit oleh seekor ular berwarna hijau bercampur warna keemasan.

"Dewata memang penuh belas kasih, senjata ini sudah ditemukan kembali." Sanggala bersyukur dengan apa yang dilihatnya. "Sepertinya tenaga Padnumaya anak ini ikut dipergunakan untuk menyegel pusaka." Ujar Sanggala ketika melihat ular yang melilit pusaka bercampur warna keemasan.

"Pantas tenaganya terasa biasa saja." Ujar eyang Naman.

"Kenapa bisa begitu?" Tanya Dalik kepada Sanggala.

"Mmm..kemungkinan karena waktu penyegelan yang tidak tepat. Sehingga kekuatan segel Ranajaladri tidak maksimal. Maka kakakku, memanfaatkan tenaga anak ini untuk menguatkan segelnya. Sebenarnya ini penuh resiko, jika anak ini tidak kuat karena energinya dipegunakan terus – menerus maka bisa mati sewaktu – waktu. Anak ini sungguh beruntung, oh bukan, kita semua yang memperoleh keberuntungan dengan menemukan anak ini hidup – hidup." Sanggala memberi penjelasan. Dalik mengangguk paham.

"Waduh ternyata selama ini nyawaku terancam. Pantas kondisi tubuhku terasa lemah. Mungkin waktu itu aku memang mau mati. " Dalam hati, Khamsu menebak – nebak apa yang terjadi dengan tubuhnya beberapa waktu yang lalu.

"Sanggala cepat perkirakan waktu yang tepat untuk menyegel ulang. Supaya anak ini tidak mati sewaktu – waktu eh eheheh." Ucap eyang Badranaya sambil sedikit bergurau, sedangkan Khamsu hanya tersenyum kecil. "Baik eyang." Sanggala lau melihat telapak tangan kirinya. Ia lalu menggores - goreskan telunjuk tangan kanan diatas telapak kirinya. Setelah selesai menggores, telapak tangan kirinya ditiup pelan. Telapak tangannya pun terlihat terang. Namun orang – orang disekitarnya tidak bisa melihat apa yang terjadi di telapak tangan Sanggala karena posisinya yang berhadapan. Hanya Sanggala saja yang melihat sambil mengangguk – anggukkan kepala. Sinar pun menghilang.

"Dua puluh lima hari dari sekarang, tepat pada saat bulan sedang terlihat setengah." Sanggala memberi jawaban. "Bagus, tidak lama lagi. Selagi menunggu waktu penyegelan ulang, anak ini bisa berlatih dasar tenaga dalam." Ujar eyang Badranaya.

"Naman"

"Saya eyang." Jawab eyang Naman sambil sedikit menunduk. "Sudah paham kan kenapa saya suruh kamu yang melatih anak ini?" Ujar eyang Badraniya. "Sudah eyang, saya akan latih anak ini semampu saya." Jawab eyang Naman.

BUMANDHALA : MENJAGA BUMI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang