Bab VI. Memperbaiki Bumandhala 2.B

262 20 0
                                    

Pantai Selatan

Sambil menunggu laporan, Dalik dan Khamsu berjalan melihat – lihat pemandangan pantai selatan. Khamsu yang baru pertama kali berada di tempat itu, terkesan dengan keindahan laut yang ditaburi sinar bulan purnama. Sinarnya membuat suasana malam menjadi sedikit terang.

Pada saat melihat – lihat sekelilingnya, di kejauhan bagian barat Khamsu melihat ada tiga orang duduk diatas karang. Mereka mengambil posisi duduk berjauhan. "Wah sepertinya ada yang sedang menikmati purnama dipantai ini." Ujar Khamsu dalam hati.

"Pantai ini ternyata banyak peminatnya ya guru."

"Heh, apa maksudmu?" Dalik heran dengan perkataan muridnya.

"Itu disana ada orang duduk – duduk menikmati keindahan pantai." Khamsu menunjuk kearah batu karang besar. "Ohh iya ya." Dalik manggut – manggut.

"Hey kalian, kemari!" Terdengar suara memanggil. Dalik dan Khamsu menoleh kearah sumber suara. Salah satu penjaga berwujud manusia ular belang hitam putih memanggil dan melambaikan tangan. Keduanya segera melangkah menuju kearah penjaga yang memanggilnya.

"Bagaimana, apa kami mendapat ijin?" Dalik langsung bertanya kepada penjaga. "Kalian bicaralah dengan komandan Kapit." Jawab penjaga. "Komandan Kapit?" Dalik kebingungan. "Itu, kepiting merah raksasa." Penjaga menunjuk kearah gapura. Ternyata kepiting merah raksasa sudah berada disana.

Dalik dan Khamsu berjalan kearah komandan Kapit. "Bagaimana tuan komandan, apa kami sudah bisa masuk." Dalik sangat percaya diri bisa memasuki istana karena sudah memberikan tanda ijin. "Masuk kemana? Kalian tidak diperbolehkan menemui kanjeng ratu." Ternyata jawaban Kapit tidak sesuai harapan Dalik dan Khamsu.

"Loh, bukankah kami sudah memperoleh tanda ijin dari ratu Sarpakanila." Ujar Dalik.

"Betul." Jawab Kapit.

"Lalu kenapa kami tidak bisa menemui kanjeng ratu" Dalik mencoba memperoleh jawaban. "Tidak ada masalah dengan tanda ijin itu. Saat ini kanjeng ratu sedang persiapan ritual Karacandra. Tidak bisa diganggu." Kapit memberi jawaban. "Apa tidak bisa diberi waktu. Saya kira tidak akan lama." Dalim terus mendesak

"Tidak bisa."

"Bukankah Karacandra dilakukan tepat tengah malam. Sekarang belum saatnya tengah malam. Mohon diusahakan untuk bisa bertemu."

"Tetap tidak bisa."

"Lalu kapan kami bisa menghadap kanjeng ratu? Bagaimana kalau setelah ritual Karacandra"

"Setelah ritual kanjeng ratu akan bersemedi selama satu pekan. Silahkan kalau mau menunggu!" Suara Kapit terdengar meninggi karena terus didesak pertanyaan.

"Satu pekan, aduuhh kami tidak punya waktu sebanyak itu." Dalik mengusap – usap kepalanya kencang untuk menahan rasa amarah. "Bukan urusan saya, menyingkir dari sini sebeum kami paksa." Kapit memberi ancaman.

"Tapi ini tugas penting, demi keselamatan alam ini. Demi keselamatan kalian juga!" Nada bicara Dalik berubah tinggi.

"PERGI KALIAN!" Bemm! Komandan Kapit membentak sambil menghantam pasir didepannya menggunakan kedua capitnya yang besar. Sesaat wilayah disekitar gapura bergetar. Lalu kedua capit raksasa milik Kapit bersinar merah. Gurita biru dan semua penjaga yang ada ditempat itu langsung bersiaga begitu melihat komandanya naik pitam. Melihat itu, Khamsu yang sedari tadi diam langsung beingsut bersembunyi dibelakang punggung gurunya.

"Kuberi kesempatan sekali lagi, pergi dari tempat ini." Nada suara Kapit terdengar pelan berusaha menahan amarah. Namun kedua capitnya yang bersinar merah diangkat siap menyerang.

BUMANDHALA : MENJAGA BUMI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang