Patah dan Terluka 5

291 20 0
                                    

"Bagaimana, apa kamu sudah bisa menggunakan Padnumaya?" Dalik bertanya kepada Khamsu sambil berjalan menuju ruang pintu penghubung. "Mmm saya sudah mulai paham menggunakannya, tetapi masih perlu latihan lagi." Jawab Khamsu.

"Bagus."

"Ngomong – ngomong kita mau kemana guru."

"Ikut saja, saya kira ini akan berguna untukmu."

Mereka berdua lalu masuk kedalam ruang pintu penghubung. Dalik segera mempersiapkan pintu berwarna hitam bertuliskan "Tumpakkan". "Ayo masuk." Dalik mengajak Khamsu. Setelah beberapa saat diperjalanan pintu penghubung, keduanya pun sampai ditujuan.

Sebuah ruangan semacam pendopo yang luas tanpa penutup dibagian depan, hanya beberapa tiang kayu untuk menyangga atap. Suasana terang dan cerah terasa ditempat itu.

"Selamat datang tuan Dalik." Seorang kakek kurus berpakaian serba putih menyambut kedatangan Dalik dan Khamsu. Khamsu yang masih memperhatikan tempat sekitarnya mengalihkan pandangan kearah suara.

"Oh eyang Kalman, apa kabarmu?"

"Baik – baik, sudah lama tidak mampir kesini. Apa itu murid baru?"

"Iya benar. Perkenalkan ini Khamsu." Khamsu lalu menjulurkan tangan untuk berjabat tangan. Kalman dan Khamsu pun saling bersalaman. "Kham, eyang Kalman ini adik dari eyang Naman."

"Oh iya, selamat siang eyang." Khamsu memberi salam.

"Sepi sekali, kemana penjaga yang lain?" Dalik bertanya kepada eyang Kalman

"Oh mereka sedang berpatroli. Ada enam orang, Tiga orang dari kelompok Barlosala, satu dari Ganggalila dan sisanya anggota Sandya. Oh iya, apa kalian memerlukan Tumpakkan?" Ujar eyang Kalman.

"Benar sekali eyang, saya perlu satu untuk anak ini." Jawab Dalik. "Baik." Eyang Kalman diam sebentar terlihat berpikir. "Mau menangkap sendiri apa yang sudah siap pakai?" Pilihan diberikan kepada Khamsu.

"Mmm aduh.. saya belum mengerti eyang." Khamsu kebingungan untuk menentukan pilihan. "Belum mengerti?" Eyang Kalman melirik kearah Dalik.

"Oh iya eyang, anak ini sedikit khusus jadi belum diberi penjelasan tentang Tumpakkan dan langsung saya ajak ke tempat ini." Dalik segera menjawab begitu melihat lirikan eyang Kalman. "Mmm ya ya." Eyang Kalman lalu berjalan cepat kebagian belakang bangunan dan membuka pintu untuk memasukinya.

"Tempat apa ini guru?" Khamsu bertanya sambil memperhatikan sekelilingnya. Terlihat beberapa hewan dalam ukuran yang besar dari ukuran hewan normal dengan wujud yang unik. Mereka berjalan dengan santai melewati halaman pendopo tanpa ada rasa takut.

"Inilah alam Tumpakkan. Alam yang berisikan hewan – hewan gaib." Jawab Dalik.

Terdengar eyang Kalman keluar dari balik pintu membuat Khamsu berhenti untuk bertanya lagi. Ia membawa dua buah kotak persegi panjang yang ditumpuk. Kemudian kotak sepanjang lima puluh senti itu diletakkan diatas sebuah meja kayu dan dibuka tutupnya. "Ayo sini lihat." Khamsu yang merasa dipanggil lalu mendekat kearah meja. Dilihatnya bagian dalam kotak yang ternyata berisi puluhan cincin batu akik berwarna biru cerah berjejer rapih.

"Batu apa ini eyang?"

"Itu adalah batu Utpala, tempat untuk menyimpan Tumpakkan."

"Saya masih belum mengerti, apa maksudnya?"

"Mmm apa kamu masih ingat singa biru yang keluar dari cincinku?" Dalik memberi pertanyaan kepada Khamsu yang langsung teringat kejadian didusun Klayan. "Ya saya ingat itu." Khamsu menganggukkan kepala. "Nah, cincin itu yang bernama Utpala. Gunanya ya untuk menyimpan Tumpakkan semacam singa biru milikku." Dalik menjelaskan sambil memperlihatkan cincinnya kearah Khamsu.

BUMANDHALA : MENJAGA BUMI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang