I.16

410 32 0
                                    

Sementara itu ditempat yang sangat jauh dari dusun Klayan. Disebuah ruangan yang besar dan mewah. Ruangan yang penuh dengan ornamen terbuat dari emas serta kristal berwarna – warni. Kristal – kristal tersebut memantulkan cahaya dari lampu minyak, sehingga ruangan tersebut nampak terang.
Terlihat tiga orang laki - laki tengah duduk diatas kursi kayu besar penuh ukiran indah. Didepannya terdapat meja yang kokoh persegi sepanjang dua meter penuh dengan makanan dan minuman diatasnya.

Satu orang duduk dengan posisi disalah satu ujung meja, berpakain merah berlengan pendek dilapisi rompi kulit harimau tanpa lengan dan bercelana panjang warna hitam. Rambutnya yang mulai memutih menandakan usia yang tak lagi muda. Namun begitu, wajahnya masih terlihat segar dan tegas. Dua orang lagi duduk didepan sibaju merah, mereka saling berhadapan. Di sebelah kiri sibaju merah, duduk seorang laki – laki bertubuh kurus dan pendek. Rambutnya yang agak panjang acak – acakan tidak terurus.  Berpakaian serba coklat yang sudah kumal sangat kontras dengan sibaju merah yang terlihat rapi dan merawat diri. Di jari manis, tengah dan telunjuk kedua tangannya, masing - masing memakai sebuah cincin dengan warna yang berbeda – beda.

Sedangkan, satu orang lagi bertubuh tinggi besar, dengan otot yang terlihat kuat duduk didepan laki – laki bertubuh kurus. Memakai baju hitam bergambar kepala harimau putih di bagian punggung. Baju tanpa lengan yang dipakainya seolah ingin memamerkan otot lengannya. Celana pendek hitam pas selutut, membuatnya terlihat makin tinggi. Jari manis tangan kirinya terpasang sebuah cincing bermata akik hitam besar yang mengkilat.

"Belum datang juga?" Si tinggi besar nampak tidak sabar. Ia lalu mengambil minuman dalam sebuah kendi tanah liat. Setelah meminum beberapa teguk, kendil ditaruh diatas meja dengan agak keras hingga menimbulkan suara yang nyaring.

"Sabar Tansa." Sibaju merah menenangkan si tinggi besar.

Baru saja sibaju merah selesai bicara, pintu yang menuju ruangan itu dibuka dari luar oleh seorang penjaga.
"Maaf tuan Marati, tuan Gallam sudah datang." Penjaga melapor dengan sebelumnya membungkuk memberi hormat.

"Suruh segera masuk." Perintah sibaju merah.

"Tidak perlu." Tiba – tiba sesosok makhluk seperti manusia, berkepala gundul namun berkulit hitam legam dengan guratan otot berwarna merah terang disekujur tubuhnya yang tidak tertutup pakaian. Tubuhnya kurus seperti kurang makan. Kuku tangan dan kakinya terlihat panjang dan tajam. Daun telinganya yang lancip keatas dan matanya yang merah menyala membuatnya terlihat aneh. Ditambah kakinya yang kecil dan sedikit panjang melebihi ukuran kaki manusia semakin menambah keanehan makhluk ini. Makhluk ini memakai pakaian hitam dilapisi semacam baju zirah dari logam mengkilat yang menutup bagian dada sampai perut, dan bercelana hitam selutut. Makhluk hitam memberi isyarat kepada penjaga untuk meninggalkan ruangan tersebut sambil berjalan menuju ketiga orang yang sedang duduk. Penjaga pun meninggalkan ruangan tersebut dan menutup pintu.

"Sampai juga kamu Gallam." Tansa tampak lega walu sedikit guratan emosi diwajahnya.

"Saya menuju kesini secepat mungkin. Maaf menunggu." Gallam lalu duduk disatu – satunya kursi yang kosong didepan Marati.

"Silahkan nikmati makan dan minum yang sudah tersedia." Marati menunjuk keatas meja.
"Terima kasih." Gallam mengambil kendil berisi minuman menuangnya ke dalam gelas yang sudah tersedia dan meminum airnya.

"Lalu...keperluan kamu memanggil kami bertiga ada apa?" Marati bertanya setelah Gallam selesai minum. Gallam lalu meletakkan gelas diatas meja.

"Apakah tadi sore menjelang senja, kalian merasakan sebuah pancaran tenaga yang sangat besar?" Gallam berbicara sambil memandangi ketiga orang rekannya satu peratu.

"Betul." "Ya." "Ya.". Ketiga orang tersebut menjawab hampir bersamaan.

"Kami ditempat ini sebenarnya juga penasaran hal itu, tetapi, pancaran tenaga itu menghilang tanpa jejak." Marati mengutarakan pertanyaan dihatinya, sementara dua rekan disamping kiri dan kanannya menganguk – angguk membenarkan perkataan Marati.

"Apa kau mengenali pancaran tenaga itu." Sikurus kumal bertanya kepada Gallam.

"Saudara Jabig, tidak hanya kenal, saya bahkan pernah menyaksikan mengerikannya sumber tenaga ini dengan mata kepala sendiri. Sampai saat ini masih kuingat kengerian itu." Gallam berbicara dengan sorot mata tajam dan raut muka serius.

"Apakah orang ini sangat sakti?" Giliran Tansa yang bertanya.

"Bukan manusia. Tetapi sebuah keris pusaka maha dahsyat." Gallam menajamkan pandangannya kearah Tansa dengan sorot mata tajam.
"Dan keris pusaka ini, adalah pusaka yang selama ini kamu cari." Gallam mengalihkan arah pandangannya ke Marati.

"Luar biasa!" Marati berdiri. "Jadi, keris pusaka yang menjadi misi kita, mempunyai kekuatan yang membuat kedua kakiku gemetar lemas karena terkena pancaran energinya saja." Raut muka Marati terlihat sangat senang.

"Benar sekali. Mulai saat ini, sebar lebih banyak anak buahmu untuk mencari keberadaan benda ini." Gallam memberi saran kepada Marati.
"Tentu saja! Setelah kudapatkan keris pusaka ini, kekuasaan ada ditanganku. Hahahaha." Marati nampak puas, sedangkan Gallam tersenyum penuh muslihat tanpa diketahui ketiga orang lainnya.

BUMANDHALA : MENJAGA BUMI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang