Memperbaiki Bumandhala 3

261 20 0
                                    

Kaspa dan Istana Basukaiswaran

Terik matahari terasa menyengat siang itu. Dalik dan Khamsu menaiki Tumpakkan yang berjalan santai disebuah padang rumput luas. "Alam Kasepen juga terasa panas ya guru." Khamsu menyeka keringat diwajahnya dengan lengan bajunya.

"Namanya juga kembaran alam manusia. Ya kondisinya menyesuaikan dengan aslinya. Sabar saja sebentar lagi kita sampai." Mereka terus berjalan hingga berhenti diperbatasan antara padang rumput dan hutan yang lebat dengan pepohonan yang besar - besar. Dalik pun turun dengan cara merosot pelan. "Uhhhg.." Badan Dalik yang lelah dan pegal direnggangkan untuk sedikit menguranginya.

"Hutan apa ini guru, lebat sekali." Khamsu bertanya sambil menepuk – nepuk pantatnya yang pegal.

"Ini hutan Purwolo, disinilah istana Basukaiswaran berada, kediaman ratu Sarpakanila."

"Owh disini, tapi kenapa hanya hutan guru. Mana istananya?" Khamsu melihat sekelilingnya dan berjalan maju beberapa langkah menjauh dari Dalik. "Tentu saja istananya di dalam alam gaib." Jawab Dalik sambil mengusap – usap bajunya dengan sesuatu. Lalu ia membuka pintu alam gaib.

"Hmm bau harum apa ini guru?" Khamsu terlihat mengendus – endus sekitarnya.

"Sudah jangan dipikirkan, aktifkan mata batinmu." Ujar Dalik. Segera Khamsu melakukan apa yang diperintahkan oleh gurunya. Kini didepannya terlihat sebuah gubug kecil yang reot setelah mata batinnya aktif.

"Mana istananya, kenapa hanya ada sebuah gubug yang ada disini?" Khamsu merasa heran.

"Hehehe ayo masuk dulu kealam gaib." Dalik melangkah masuk kedalam alam gaib diikuti oleh Khamsu. Setelah masuk, pemandangan berubah total. Hutan lebat yang tadi terlihat sekarang berganti dengan sebuah dataran luas yang gersang dengan beberapa batu besar. Namun, gubug reot yang berdiri didepan mereka masih terlihat. Khamsu melihat lingkungan sekitarnya, ia tidak menemukan istana apapun. "Guru, apa seorang ratu tinggal disebuah gubug seperti itu?" Khamsu memandangi gubug berharap melihat penghuninya.

"Akifkan pula Paninggilmu." Ujar Dalik.

"Paninggil? Apa itu guru?" Khamsu tidak mengerti dengan maksud gurunya.

"Oh iya." Dalik menepuk dahinya pelan. "Jadi... Paninggil itu penglihatan mata batin dengan tingkatan yang lebih tinggi dari mata batin yang biasa kamu gunakan."

"Ooohh...Lalu caranya" Tanya Khamsu.

"Caranya sama saja dengan mengaktifkan mata batinmu, hanya ditambah dengan aliran Padnumaya" Jelas Dalik.

"Mmm seperti itu caranya." Lalu Khamsu mencoba mengalirkan Padnumaya kearah kening diantara kedua matanya. Dikening terasa tenaga tersebut berputar – putar sesaat dan menghilang.

Wus. Sebuah istana megah dan indah tiba - tiba terlihat oleh Khamsu. Gubug reot pun sudah tidak nampak. Istana yang berhiaskan patung – patung dan ukiran ular nampak berkilauan terbuat dari emas dan kristal berwarna – warni. Menara – menara yang menjulang tinggi memberi kesan megah terhadap istana.

"Waahh indah sekali istana itu?" Khamsu merasa takjub dengan pemandangan didepannya. "Apa sudah bisa melihatnya." Tanya Dalik. "Sudah guru, sangat menakjubkan." Khamsu terpana melihat istana tersebut.

"Ini baru luar istananya, di dalam lebih menakjubkan lagi. Kamu harus tahan air liurmu. Hehehe." Dalik berjalan menuju pintu gerbang istana, Khamsu segera mengikutinya.

"Berhenti." Penjaga gerbang berbadan manusia berkepala ular hitam membawa tombak menghentikan langkah mereka. Sisik – sisik ular berwarna hitam mengkilat memenuhi sekujur tubuhnya.

"Ada keperluan apa manusia datang ketempat ini?" Penjaga yang lainnya, manusia ular hijau mengajukan pertanyaan.

"Mohon maaf, kedatangan kami ingin menghadap kanjeng ratu Sarpakanila." Dalik sedikit membungkuk memberi hormat.

BUMANDHALA : MENJAGA BUMI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang