BAB VII Memperbaiki Bumandhala 3A

291 20 0
                                    

Peperangan dan Menuju Khayangan

Ttoooeeettt. Suara terompet panjang menjadi tanda di mulainya peperangan didataran luas Kureta. Disambung dengan dentuman genderang terdengar saling bersahutan dari dua pihak untuk mengangkat semangat dan mengatur gerakan pasukan.

Pasukan makhluk gaib dan manusia di pihak Tamisra bergerak setengah berlari dibarisan terdepan. Berbagai macam senjata dipegang erat siap untuk menghabisi lawannya. Sedangkan Tamisra sendiri berjalan pelan, seakan membiarkan sekutunya yang berperang terlebih dahulu.

Sedangkan di pihak Sandya, prajurit istana berjalan teratur paling depan. Senjata mereka masih disarungkan. Akan tetapi mereka sudah menyiapkan tenaga dalam untuk memberikan serangan.

* * *

"Guru. Apakah di Khayangan ada makanan seperti ini?" Khamsu duduk memandang makanan yang bungkusnya telah terbuka. Rasa lelah diseluruh tubuhnya setelah perjalan panjang membuat selera makannya berkurang. Apa lagi ditambah dengan rencana pergi ke Khayangan yang dirasa tidak masuk akal mebuat kepalanya terasa kosong.

"Entahlah." Dalik memalingkan pandangannya kearah Khamsu yang ada disebelah kirinya. "Ada apa? Kenapa itu tidak kau sentuh sama sekali?" Dalik menunjuk kearah makanan yang ada didepan Khamsu. Kemudian ia bersandar sambil memandang langit "Alam Khayangan seperti apa, saya pun belum pernah melihatnya. Disana akan bertemu siapa, menuju kearah mana, ada makanan atau tidak.... hhhh fffttt." Dalik menghela napas. "Yang kita lakukan sekarang ini adalah tetap berusaha sesuai petunjuk eyang Badranaya. Saya yakin apa yang beliau katakan akan membawa kebaikan."

"Jadi...gurupun belum yakin dengan perjalanan ini...?" Timpal Khamsu sambil menunduk

"Hei..Kenapa kamu menjadi hilang semangat seperti itu." Dalik kembali mengarahkan pandangan kerah Khamsu. "Saya yakin sekali dengan apa yang diperintahkan oleh eyang Badranaya!" Suara Dalik terdengar meninggi, pandangan matanya pun terlihat tajam memandang Khamsu. Khamsu terkejut mendengar nada bicara gurunya, ia pun memalingkan pandangan kearah Dalik. Namun tatapan tajam Dalik kembali membuat dirinya menunduk.

"Saya hanya manusia biasa yang tidak selalu mengetahui apa yang ada dialam ini. Tetapi dengan petunjuk yang sudah diberikan oleh eyang Badranaya, akan saya usahakan walaupun lorong gelap didepan saya sekalipun." Dalik menurunkan nada bicaranya. "Sesulit apapun dan nyawa yang menjadi taruhannya. Akan saya laksanakan semampu saya. Kamu memang baru mengenal beliau, wajar masih banyak keraguan dalam hatimu. Ditambah banyak hal - hal baru yang saya yakin kamu belum begitu memahaminya. Untuk saat ini, yakinkan saja dirimu dengan apa yang beliau ucapkan. Seyakin diri saya yang telah mengabdi kepada beliau lebih dari separuh perjalanan hidup saya di alam ini." Ucapan Dalik mengurangi keraguan dalam diri Khamsu.

"Lalu.. bagaimana kita akan menuju Khayangan?" Khamsu memandang ke arah Dalik

"Apa kamu pernah mendengar cerita tentang tujuh bidadari?" Bukannya memberi jawaban, Dalik Justru balik bertanya kepada Khamsu.

"Tujuh bidadari? Tentu saja saya mengetahui cerita itu. Lalu... apa hubungan dongeng anak - anak ini dengan perjalanan kita kekhayangan, guru?" Tanya Khamsu heran. "Apa kita akan mengintip mereka mandi hihihi." Khamsu tertawa geli. Mendengar hal itu Dalik memukul pelan kepala Khamsu dengan telapak tangannya. "Aww." Khamsu mengelus kepalanya yang terkena pukulan.

"Ngawur kamu, siapa yang mengintip."

"Lho bukankah tujuh bidadari itu diintip oleh seorang pemuda?" Khamsu mencoba memberi pendapat.

"Hahaha.... ini ini, korban pendongeng amatiran." Dalik tertawa lebar sambil menunjuk kearah Khamsu. "Maksud guru apa?" Khamsu bingung dengan tingkah gurunya

BUMANDHALA : MENJAGA BUMI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang