Berlatih 2

331 27 0
                                    

Eyang Naman pun memperhatikan Khamsu. "Bukankah murid yang baru bergabung adalah tanggung jawab Kalta, kenapa datang kesini. Apa lagi tidak ada yang istimewa pada anak ini." Eyang Naman sedikit heran dengan Dalik yang seharusnya tahu tata cara pelatihan murid baru.

"Mohon maaf, ini saran dari eyang Badranaya." Dalik memberi penjelasan.

"Oh ini saran beliau."

"Betul eyang."

"Kalau memang ini saran eyang Badranaya. Baiklah, latihan anak ini menjadi tanggung jawab saya." Eyang Naman menyetujui untuk melatih Khamsu.

"Eyang...beliau? Kelihatannya kakek ini lebih tua daripada eyang Badranaya. Kenapa ia memanggil kakek gemuk itu eyang?" Khamsu heran mendengar ucapan eyang Naman namun hanya bisa berkata dalam hati.

"Anak muda, sebelum kesini kamu belajar tenaga dalam dimana?" eyang Naman bertanya kepada Khamsu.

"Eh eee .." Khamsu gelagapan menjawab pertanyaan itu karena memang belum pernah belajar sebelumnya.

"Heheh maaf eyang. Anak ini saya temukan dengan bakat alami dan belum pernah belajar tenaga gaib. Sehingga ia belum tahu banyak." Dalik mencoba membantu menjelaskan.

"Bakat? Saya lihat anak ini tidak istimewa sama sekali."

"Ealahh, kalau ndak istimewa ya ndak apa – apa. Dibilang terus." Khamsu ngomel dalam hati.

"Kalau masalah itu nanti eyang Badranaya yang akan memberi penjelasan. Saat ini beliau sedang menunggu kedatangan tuan Sanggala." Jelas Dalik. "Baiklah kalau memang seperti itu." Ujar eyang Naman.

"Oh iya, siapa namamu?" Tanya eyang Naman sambil melihat kearah Khamsu

"Nama saya Khamsu."

"Ya ya. Sambil menunggu penjelasan dari eyang Badranaya. Kamu boleh duduk didekat mereka. Santai saja" Ujar eyang Naman sambil menunjuk kearah muridnya yang sedang bermeditasi. "Baik eyang." Khamsu mengangguk.

"Terimakasih atas kesediaan eyang Naman. Saya permisi." Ucap Dalik. Lalu Dalik meninggalkan tempat itu dan masuk kedalam gedung.

                                                                                      * * *

Hari sudah gelap. Lampu – lampu minyak pun sudah dinyalakan. Khamsu sedang duduk diatas lantai didepan sebuah ruangan dengan pintu tertutup. Ruangan itu menghadap ke arah lapangan tempat latihan bersama. Berhadapan dengan ruangan tempat ia bertemu eyang Badraniya sebelumnya. Seorang penjaga pintu berpakaian serba hitam duduk diatas kursi kayu dibelakang Khamsu. Khamsu merasa enggan untuk menyapa karena belum kenal. Akhirnya ia pun hanya memandang kesekelilingnya. Suasana sedikit terasa sepi dibanding tadi siang. Tempat latihan bersama hanya dipergunakan oleh beberapa orang saja, itupun untuk bersantai.

Krieet. Terdengar suara pintu dibuka. "Kham ayo masuk." Seseorang memanggilnya. Khamsu memutar posisi duduknya untuk melihat yang memanggil namanya. Ternyata Dalik sudah berdiri di tengah pintu yang terbuka. Terlihat penjaga sudah berdiri memegang daun pintu. Khamsu lalu bangkit dari duduknya dan mengikuti Dalik yang telah berjalan masuk. Pintu ditutup oleh penjaga.

Setelah berjalan beberapa saat, sampailah Dalik dan Khamsu disebuah ruangan yang luas dan terang. Khamsu tidak mengira kalau ruangannya akan seluas ini. Tiga baris meja panjang dengan masing – masing baris dilengkapi dengan puluhan kursi kayu.

"Ayo sini." Dalik mengajak Khamsu kebaris meja yang ditengah. Disana sudah menunggu eyang Badranaya, eyang Naman dan satu lagi tak dikenalnya. Eyang Badranaya duduk dengan posisi diujung meja menghadap kearah datangnya Khamsu. Sedangkan eyang Naman berada di sebelah kanan, dan orang tak dikenalnya disebelah kiri eyang Badranaya. Ketiga orang tersebut memandang kearah Khamsu. Setelah dekat, baru nampak keanehan pada orang yang belum dikenalnya. Orang tersebut memiliki tubuh yang sangat kurus. Lengannya pun nampak kecil dan panjang, bahkan terlihat lebih kecil daripada eyang Naman yang kurus. Kulitnya terlihat sangat pucat, terutama disekitar wajahnya. Yang lebih mengagetkan adalah daun telinganya. Keduanya berbentuk lancip memanjang keatas. Rambutnya yang pendek berwarna jingga kekuningan tertata rapih. Namun secara umum, orang tersebut terlihat seperti manusia.

"Duduk." Ucap eyang Badranaya. Dalik dan Khamsu duduk disebelah kanan eyang Naman. Dalik mengambil posisi didekat eyang Naman.

"Khamsu, perkenalkan ini tuan Sanggala, beliau adalah pemimpin bangsa PRARI." Dalik memberi keterangan. Sanggala yang diperkenalkan oleh Dalik mengangguk pelan sambil memandang Khamsu. Khamsupun membalas mengangguk.

"Kamu masih ingat, ketika tadi siang ada sebuah pancaran tenaga berbentuk keris yang keluara dari dadamu?" Ujar Dalik. "Saya masih ingat." Jawab Khamsu. "Bagus. Pancaran tenaga itu menandakan bahwa didalam tubuhmu ada sebuah pusaka sakti yang tersimpan." Dalik menjelaskan lebih banyak. "Bagaimana bisa?" Khamsu keheranan.

"Jadi begini ngger." Kali ini eyang Badranaya yang berbicara. "Keris pusaka ini merupakan senjata yang sangat sakti dibuat ribuan tahun yang lalu. Awalnya ada satu orang yang sanggup memegangnya, akan tetapi semakin lama kekuatan keris ini bertambah besar. Hingga pada suatu masa orang tersebut merasa tidak mampu untuk memegang. Akhirnya, ia minta tolong kepada pemimpin bangsa Prari pada masa itu untuk membuat segel yang dapat mengurung kekuatan keris itu. Maka digunakanlah segel RANA JALADRI yang sekuat benteng dan sedalam lautan. Segel tersebut memang bisa menekan kekuatannya, namun pancaran tenaga keris pusaka masih bisa dirasakan. Untuk menutupi pancaran tenaga tersebut hingga benar – benar tidak terasa, diperlukanlah seseorang yang mempunyai kekuatan besar dengan waktu lahir yang khusus. Orang tersebut dinamakan Bektara. Ini dilakukan agar supaya keris pusaka tersebut aman, karena pancarannya benar – benar tidak terasa. Nah, sepuluh tahun yang lalu, terjadi kekacauan di kerajaan Prari. Ada penghianatan yang dilakukan beberapa segelintir kaum Prari. Mereka membunuh para calon Bektara dan menyerang kerajaan Prari dengan bantuan para Tamisra demi mendapatkan keris pusaka. Namun sepertinya pemimpin Prari kala itu, Darmala, yaitu kakak dari Sanggala berhasil menyegel dan memasukkan keris pusaka kedalam tubuhmu tanpa seorangpun yang tahu. Namun kondisinya yang parah membuatnya tidak dapat diselamatkan. Dan sekarang, saya memanggil Sanggala untuk mengambil dan memeriksa keris pusaka dari dalam tubuhmu serta memperbaiki tenaga Padnumaya mu yang tidak sengaja ikut tersegel. Kamu memang beruntung, bisa lolos dari pembantaian waktu itu" Eyang Badranaya mengakhiri penjelasannya.

"Aneh, saya merasa tidak pernah bertemu dengan orang yang bernama Darmala, apalagi sampai dimasuki sebuah pusaka." Ujar Khamsu.

"Bisa jadi seperti itu." Jawab Sanggala. "Kakak saya dan para pendahulu kami mempunyai kebiasaan untuk merahasiakan calon Bektara cadangan. Dan pada saat itu, terjadi kondisi yang genting sehingga kemungkinan ia memasukkan dan menyegel keris pusaka kedalam dirimu secara diam – diam. Kemungkinan besar kamulah cadangan bektara itu, sehingga bisa lolos dari pembantaian" Lanjut Sanggala. Khamsu manggut – manggut merasa penjelasan Sanggala dapat diterima akal. 

BUMANDHALA : MENJAGA BUMI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang