Hidup itu bukan melulu tentang kenyataan. Ingat, kita hidup di bumi bukan negeri dongeng dengan permintaan yang selalu terkabulkan.
***
"Ardinastiar, nomor urut 23 dari SMP Pertiwi. Silahkan menuju panggung!" Ucap MC menggema di seluruh ruangan.
Setelah rasa was-was yang cukup panjang, akhirnya tiba gilirannya. Adin mencoba santai kemudian berjalan tenang menuju podium.
Ia nervous sekaligus senang. Nervous karena di tonton banyak orang dan senang karena bisa berbagi puisinya ke khalayak ramai.
Adin menghela napas panjang setelah berdiri di atas podium. Detak jantungnya tak beraturan dan peluh membasahi keningnya.
"Puisi ini saya persembahkan untuk dia yang sekarang sedang dekat dengan saya." Adin mencoba mencairkan suasana yang mulai tegang.
Tepuk tangan mulai bergemuruh memekakkan telinga.
Bintang Jatuh di Matamu
Dari ArdinastiarSaya melihat gemuruh sinar dari matamu,
Rentetan kilau bening memenuhi bola matamu,
Senyum simpul semakin memperindah wajahmu,
Saya ingin memberi tahu. Ada sesuatu di matamu!"Apa?" Jawabmu.
Ada bintang, jatuh tepat di matamu...dan bintang itu adalah aku.
Bukan hanya sajak yang bisa saya berikan,
Bukan hanya janji yang bisa aku ucapkan,
Dan bukan hanya cinta yang bisa aku arungkan.Kamu adalah bukti, bintang nyata yang ada di bumi,
Saya menyerah, saya pasrah jika suatu saat takdir memaksa kita pisah.Iya pisah untuk menikah maksudnya, hahaha.
Aku janji jika bukan saya, tidak ada yang bisa. Bisa mendapatkanmu dan bisa memilikimu.
Seperti bintang dengan langitnya,
Seperti hujan dengan mendungnya,
Seperti pensil dengan kertasnya,
Kamu hanya milik saya.
Ardinastiar semata.Adin membaca puisi itu dengan penuh penghayatan dan penekanan. Entah apa maksudnya membaca puisi cinta di lomba sekolah?
Ajaib, Adin memang ajaib.
"Kok tentang cinta, bu?" Tanya salah satu peserta menghadap juri yang juga terperangah melihat aksi konyol Adin.
"Iya, bukannya temanya guru!" Tandas peserta yang ada disampingnya.
"Itu batch 1, yang batch 2 temanya jagad raya!" Koreksi peserta lain.Adin hanya tersenyum dengan sahaja nya. Ia senang melihat seluruh isi ruangan bingung melihat aksinya.
Sebenarnya kertas yang ada di tangan Adin adalah puisi yang akan dilombakannya, judulnya Bumi. Puisi yang telah di rangkainya bersama guru bahasa di sekolahnya. Bukan puisi cinta itu. Puisi cinta itu terlintas begitu saja di benaknya secara spontan. Dan Dengan konyolnya, ide liar itu melebar membuat Adin ingin membacakannya di khalayak ramai.
Puisi itu benar-benar tidak di rencanakan oleh Adin sebelumnya. Semuanya mengalir begitu saja.
Tapi boleh diakuinya, puisi itu juga tidak terlalu buruk justru sangat bagus kedengarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ardinastiar
Teen Fiction(SELESAI) Santi dan Adin hanya manusia biasa. Mereka tidak bisa memilih bagaimana kisah mereka dimulai, berjalan, kemudian berakhir. Yang mereka tahu, takdir tidak pernah main-main. [2018]