A/n : multimedia-nya jangan lupa, sudah siap untuk mengakhiri?
Ketika dunia saling membantu, lihat cinta mana yang tak jadi satu? (Nadin Amizah - Sorai)
***
"Halo Mbak!" Santi melihat Adin menyapanya dengan logat yang khas dan percaya diri. Adin tampak menawan mengenakan kemeja hitam tiga perempat. "Apa kabar? Baik kan? Pasti baik dong, Adin juga baik kok."
Santi menyunggingkan senyum sekilas.
"Maafkan Adin sebelumnya telah bohong sama mbak. Adin terlalu banyak berbohong sama mbak sampai tidak bisa dihitung lagi jumlahnya.
"Kebohongan yang paling jahat adalah ketika Adin bilang kalau Adin mau ninggalin mbak demi Devina. Aneh ya, juga lucu. Tapi itu semua bohong mbak, itu bohong, Devina sudah saya anggap sebagai adik saya sendiri dan saya nggak mungkin kan jatuh cinta sama adik saya sendiri?" Santi menatap Devina sekilas. Ia melihat gadis itu masih menangis tersedu-sedu. Santi menggeleng kemudian melanjutkan menonton rekaman video Adin.
"Mbak tahu pergi kemana saya setelah lomba puisi itu? Sebenarnya saya tidak sedang ke rumah nenek, saya bohong lagi sama mbak, waktu itu saya sedang melakukan upacara bendera di sekolah ehh tiba-tiba saya jatuh pingsan. Guru-guru panik kemudian membawa saya ke rumah sakit. Belum sampai disitu mbak, ternyata saya di diagnosa sakit parah mbak dan saya harus diopname sementara." Santi mencerna ucapan Adin satu-persatu. Sakit? Sakit apa dia? Santi mengamati video itu dengan seksama. Ia baru menyadari kalau saat perekaman video itu tubuh Adin sangat kurus dan wajahnya pucat sekali.
"Mbak tahu penyakitnya apa? Leukimia mbak dan dokter itu bilang kalau hidup saya tidak akan bertahan lama lagi. Sok tahu sekali kan mbak dokternya, memang dia siapa kok bisa tahu tanggal mati saya?" Air mata Santi jatuh seketika. Buru-buru ia menyekanya kemudian melanjutkan menonton rekaman video itu. Di sisi lain ia sedikit tertawa mendengar candaan Adin.
"Waktu itu saya nggak peduli kalau saya sakit, mbak. Saya terus melakukan segala hal seolah tubuh saya masih baik-baik saja. Saya masih terus berusaha membuat mbak tertawa dan membuat bahagia orang-orang disekitar saya." Adin menjeda ucapannya sejenak. "Satu lagi mbak, saat pertemuan kita di rumah sakit itu bukan karena saya ingin menjenguk teman, melainkan saya ingin kemoterapi dan saat mbak mengajak jalan itu saya sedang tidak gladi bersih ataupun ibu saya sakit...it's bullshit, itu semuanya alasan karena kondisi saya sedang drop."
Santi mengingat kembali peristiwa itu. Tangisnya pecah. Liam yang disisinya mencoba menenangkan.
"Ternyata sakit itu nggak enak ya mbak, apalagi sakit yang saya derita ini. Sakit ini membuat saya harus sering melakukan kemoterapi dan banyak pengobatan lain. Pengobatan yang buat tubuh saya makin sakit."
Air mata Santi terus berjatuhan. Isakan nya tak tertahan lagi, ia benar-benar tidak menyangka semua ini terjadi pada Adin. Liam terus mengelus-elus pundak Santi sembari mencoba menenangkannya.
"Mbak ingat tidak, waktu mbak jalan-jalan ke Panti Asuhan Bingkai Harapan waktu itu? Saya senang banget mbak, akhirnya mbak bisa merasakan kebersamaan lagi. Saking senangnya saya nekad mengintip mbak dari balik pohon sampai-sampai ketahuan pula... Bodoh sekali saya ya? Sungguh sangat memalukan!" Liam tertawa renyah. Santi pun ikut menyunggingkan senyumnya.
"Saat itu saya sengaja membatalkan ajakan jalan saya kepada mbak, karena pada saat yang sama Liam mengirimkan Line kalau ia hendak jalan juga dengan mbak. Jangan marah dulu mbak! Waktu itu saya berpikir kalau perjalanan bersama Liam akan jauh lebih bermanfaat daripada perjalanan bersama saya yang hanya hura-hura saja, makanya itu saya batalkan! Dan benarkan dugaan saya? Liam berhasil membuat mbak mulai menerima dunia luar lagi." Santi memandang ke arah Liam. Liam mengangguk kemudian mengomando Santi untuk melanjutkan melihat rekaman video itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ardinastiar
Teen Fiction(SELESAI) Santi dan Adin hanya manusia biasa. Mereka tidak bisa memilih bagaimana kisah mereka dimulai, berjalan, kemudian berakhir. Yang mereka tahu, takdir tidak pernah main-main. [2018]