Waktu yang paling tepat untuk berubah adalah ketika engkau benar-benar terpuruk.
***
Santi berjalan malas keluar dari kelasnya. Setelah tadi, Ririn menawarkan Santi untuk ikut vlog-nya di taman kota, Ririn sudah beranjak lebih dulu meninggalkan Santi di kelas.
Langkahnya terhenti di depan pintu lift yang masih tertutup. Santi sangat malas menunggu dan akhirnya memilih beralih haluan turun melalui tangga.
Di awal tangga, ia melihat setangkai bunga matahari tergeletak. Santi memungutnya kemudian kembali berjalan menuruni tangga. Tak disangka, di setiap pijakan tangga ada satu bunga matahari yang tergeletak. Santi memunguti bunga itu sampai tangga terbawah...kalau dihitung jumlahnya mungkin lebih dari 30.
Tidak habis disitu. Di lantai satupun masih ada bunga yang tergeletak berjajar membentuk sebuah arah yang menjuntrung ke bagian taman sekolah. Santi memunguti bunga itu kembali hingga tangannya nyaris penuh oleh bunga matahari yang berceceran itu. Santi mengikuti kemana arah dari bunga itu dan ternyata bunga itu berakhir di sebuah bangku taman...di sana di bangku taman ternyata ada sebuket lagi bunga matahari namun ditata rapi dengan pita berwarna biru serta sepucuk surat beramplop merah.
Santi mengambil buket bunga itu kemudian memeluknya; gantian ia meletakkan bunga yang berceceran di tangga tadi ke bangku taman.
Ia mengeluarkan surat dari amplop itu kemudian membacanya.
Dear, Mbak Santi
Semoga mbak nggak lupa ada kejutan yang saya janjikan tadi. Ini bukan kejutannya, ini hanya langkah awal menuju kejutan yang sebenarnya.
Ardinastiar
Santi tersenyum penuh makna. Ia benar-benar lupa kalau Adin akan benar-benar memberikan kejutan padanya lagi hari ini.
Santi tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya jika setiap hari mendapat kejutan seperti ini.
Saking asiknya bertemu Ririn. Santi sampai melupakan semuanya sejauh ini. Ia mencoba menebak-nebak apa yang akan diberikan Adin selanjutnya.
***
Seperti biasa, Santi pulang mengendarai angkutan umum: bus. Ia naik melalui pintu belakang kemudian berdiri karena tidak ada tempat duduk yang tersisa.
"Mbak Santi bukan?" Tanya kenek bis.
Santi mengangguk. "Iya."
"Ikut saya mbak!"
"Kemana?"
"Ikut saja,"Santi kemudian berjalan mengikuti kenek itu menuju ke arah depan.
"Silahkan duduk!" Titah kenek itu menunjuk kursi yang berada di samping sopir.
"Hah!?"
"Iya."
"Baiklah." Santi duduk di kursi itu, diam tak berkata apapun.
"Oh ya, ini ada surat!" Kenek itu memberikan sebuah kertas kecil yang dilipat menjadi beberapa bagian ke Santi sebelum akhirnya benar-benar menjauh.Mbak Santi, surat ke-2
Jangan berdiri terlalu lama, capek! Duduk saja.
Kalau yang baca ini benar Mbak Santi berarti keneknya tidak salah orang. Keneknya berarti sudah paham ciri-ciri yang saya berikan tadi.Emang apa ciri-cirinya?
Sorot mata tajam dan wajah yang selalu ditekuk.
Ardinastiar.
Ini semua diluar dugaannya. Kapan Adin merencanakan semuanya? Bagaimana bisa kenek itu dengan mudah mengenalinya? Pertanyaan-pertanyaan itu menyesakkan kepala Santi.
Santi menyalakan ponselnya kemudian membuka aplikasi Line.
Ardinastiar
Lo kok bisa kasih kejutan gini sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ardinastiar
Novela Juvenil(SELESAI) Santi dan Adin hanya manusia biasa. Mereka tidak bisa memilih bagaimana kisah mereka dimulai, berjalan, kemudian berakhir. Yang mereka tahu, takdir tidak pernah main-main. [2018]