tiga puluh enam - filosofi bianglala

45 11 0
                                    

A/n : putar multimedia-nya!

Pada akhirnya, kita akan menemukan sosok yang selama ini menyemogakan kita.

***

Hari ini sudah dua bulan Santi dan Liam resmi berpacaran. Tepat hari ini pula, Santi mulai menyadari kalau perasaannya mulai berpindah haluan ke arah Liam.

Ia membuka note di ponselnya, menulis semua perkembangan hatinya. Sebenarnya, semua ini adalah kemauan Liam dan mau tidak mau Santi menurutinya. Liam menyuruhnya untuk menulis semua perasaan Santi pada aplikasi catatan berwarna kuning itu, terutama bagaimana perasaan Santi padanya.

Suara pintu diketuk secara tiba-tiba membuat Santi menghentikan aktivitas menulisnya.

"Siapa?" Tanya Santi pada si pengetuk pintu.
"Bi Iin, Non!"
Santi hanya ber-oh ria saja. "Ada apa, bi?" Tandasnya tanpa niatan membuka pintu.
"Paket non,"

Santi melonjak dari kasurnya kemudian dengan gercep membuka pintu itu. Harapnya pengirim paket itu adalah dia, namun tidak, ternyata paket itu adalah kiriman Liam.

Ah, gue terlalu berharap.

"Dari Liam ya, bi?"

Bi Iin mengangguk cepat. "Kalau gitu bibi ke dapur ya non?" Santi hanya mengibaskan tangannya ke udara, memberi tanda kepada pembantu itu untuk segera pergi.

Santi membuka paket itu, dan isinya sama seperti dugaannya: sebatang cokelat dan setangkai bunga matahari. Memang setiap hari ini Liam rutin mengirimkannya paket yang isinya sama seperti itu. Ketika ditanya "kenapa?" Liam selalu menjawab, "kangen," kalau kangen ya datang aja, batin Santi. Selama liburan ini, Santi dan Liam memang jarang bertemu karena Liam tengah disibukkan dengan urusan bisnis keluarganya dan Santi yang juga tidak mau diajak keluar untuk main-main saja. Jadi, untuk terlihat seperti pacar yang baik, Liam selalu mengirimkan cokelat dan bunga setiap pagi.

Santi hendak menelepon Liam, namun gagal karena cowok itu lebih dulu meneleponnya.

"Happy Anniversary yang ke-2 bulan seyeng," Ucap Liam dengan senyum seringainya. Santi tahu itu meski Liam berada jauh di balik telepon.

"Lebay tahu nggak sih, sayang duit lo kalau buat beli-beli cokelat nggak jelas kaya gini!"

"Sayang duitnya aja nih? Nggak sayang gue?"

"Gue sayang sama lo makanya gue nggak mau lo buang-buang duit buat hal yang sebenarnya nggak berguna...dan satu lagi, anniversary itu satu tahun, kalau satu bulan sekali itu namanya bayar cicilan!"

"Haduh, nggak kuat gue, pacar gue jadi banyak omong sekarang...eh—tadi lo bilang apa? Lo mulai sayang sama gue?" Tanya Liam tak kalah antusias.

"Iya, sedikit." Dan gue mulai takut kehilangan lo, lanjutnya dalam batin.

Singkat, padat, dan jelas. Jawaban itu membuat Liam lompat-lompat di kasurnya.

"Nggak papa sedikit, lama-lama jadi bukit."

Santi mendengus malas. "Gue boring nih!"

"Untung gue pacar yang tingkat kepekaannya seratus persen... setengah jam lagi gue jemput ke rumah lo!" Titah Liam dan berhasil membuat Santi gelagapan.

"Ngapain?"

"Udah, dandan yang syantik kaya lagunya Siti Badriah!"

"Lebay lo, kebanyakan nonton FTV!"

Panggilan diputus paksa oleh Santi. Cewek itu bergegas menuju kamar mandi untuk bersiap-siap.

***

ArdinastiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang