tiga puluh lima - pasangan baru

56 12 0
                                    

Kadang cinta bisa membuat orang pintar menjadi bodoh, tapi cinta nggak bisa buat orang bodoh kembali pintar.

***

Tatapan kecewa terpancar jelas dari mata Liam. "Oke, gue nggak bakal maksa kehendak buat lo nerima gue...gue tahu emang cinta nggak bisa dipaksa dan gue harap kita bisa terus dekat kaya gini."

"Nggak bakal gue tolak maksudnya,"

"Apa? Jadi gue diterima nih?" Liam bertanya lagi padahal apa yang dikatakan Santi sudah sangat jelas.
"Nggak ada replay, gue berubah pikiran nih!"
"Jangan dong, berarti kita pacaran?" Tanya Liam excited.
Santi menyunggingkan senyumnya.
"Santi dan Liam benar-benar pacaran?"
Santi kembali menyunggingkan senyumnya.
"Oh my God, gue janji San gue bakal bikin lo lupa kalau Adin pernah ninggalin lo!"

Kali ini, Santi memaksakan senyumnya. Bukan Adin yang ninggalin gue Yam, tapi gue yang nyuruh Adin pergi!

"Iya, gue percaya sama lo dan gue bakal belajar cinta sama lo!"
"Baiklah, kita sama-sama berjuang."

Liam membopong tubuh Santi sembari berlari mengitari panti asuhan, Liam juga terus berteriak, "Santi pacar gue!" Sepanjang perjalanan. Santi sangat malu dibuatnya. Ditambah anak-anak panti ikut menyoraki tingkah laku mereka berdua. Liam tidak mempedulikannya, yang terpenting sekarang ia telah menjadi satu-satunya cowok paling bahagia di dunia.

"Cukup Yam!" Pinta Santi.

Liam segera menurutinya, ia menurunkan Santi dari bopongannya.

"Kita nggak punya panggilan sayang atau apa gitu?" Tanya Liam lagi.
"Apaan sih?"
"Gimana kalau yayang atau bebeb?"
"Norak! Gimana kalau gue panggil lo Nyet aja?"
"Apaan Nyet?"
"Monyet."
"Ya udah, kalau gitu gue manggil lo Njing!"
"Apaan Njing?"
"Anjing."
"Sialan!" Santi memukul perut Liam. "Panggil biasa aja, atau gue putusin?"
"Baiklah ibu negara."

Santi masih sama. Santi yang keras kepala, tidak mau kalah, dan sarkas. Liam harus banyak mengalah.

Mereka berdua menghabiskan sisa hari ini dengan bermain-main bersama anak panti. Santi bermain kejar-kejaran dengan Disa dan Liam entah kemana dia sejak perdebatan nama panggilan tadi.

"Kakak pacarannya Bang Iam ya?" Tanya Disa berhenti dari larianya.
"Bang Iam? Bang Liam?"

Disa belum menjawab. Gadis kecil itu masih mencerna ucapan Santi dengan terus menatap gerak mulutnya.

Tidak lama, Disa mengangguk. "Kakak beruntung banget dapat salah satu dari dua orang terbaik di panti ini. Bang Liam dan Bang Adin,"

"Adin?"

Belum sempat menjawab, Liam menarik lengan Santi pelan. Ia mengajak Santi menjauh dari keramaian itu.

"Bunga mawar merah pertama untuk pacar!" Ujar Liam senbaru memberikan setangkai bunga mawar pada Santi.
"Pertama? Di rumah sakit kemarin emang bukan bunga?"
"Kemarin bunga matahari pertama, sekarang bunga mawar pertama."

Santi akhirnya menerima bunga itu. Setelah mengucapkan terimakasih, Santi meletakkan bunga itu di bangku sebelahnya.

"Gue bakal kasih apapun yang lo minta," ujar Liam lantang dan percaya diri. Dasar bucin akut!
"Apapun?" Tanya Santi.
"Iya, apapun asal jangan nyawa gue. Kalau lo minta nyawa gue, gue nggak bisa ngasih lo apa-apa lagi dong."
"Dasar bucin. Katanya apapun?" Santi menjeda ucapannya.

"Gue mau lo satuin dua laut di Teluk Alaska, terus lo buatin jembatan dari Sumatera sampai Papua, lalu lo bertapa di gunung Sinabung selama empat puluh hari, terus jangan lupa lo kasih gue sertifikat rumah lo, kunci mobil, pin ATM, kartu kredit, dan semua kode brankas yang lo punya, satu lagi uang lima ratus juta. Deal?"

ArdinastiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang