Ujian sekolah memang berat, kamu nggak akan kuat. Tapi lebih berat lagi ujian hidup.
***
Seminggu kemudian...
Hari ini adalah hari terakhir ujian kenaikan kelas. Setelah hampir seminggu lebih anak-anak disibukkan dengan ujian sulit yang mengasah otak. Akhirnya, hari ini anak-anak bisa bernapas dengan lega karena semuanya akan selesai.
Santi berjalan keluar ruang ujian dengan mata berbinar. Berbeda dengan ujian-ujian sebelumnya yang membuat Santi menekuk wajahnya lesu dan malas karena soal yang sulit ditambah dengan dirinya yang tidak belajar. Kali ini, secercah senyum menghiasi wajah manisnya, sepertinya Santi sangat yakin kalau hasil ujiannya akan memuaskan karena tadi pagi ia menyempatkan diri untuk belajar. Berbeda halnya dengan Ririn dan Wiwik yang terus mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Gila tuh ya yang bikin soal, ya kali kita disuruh ngitung harga rotan sekarung? Di pikir bokap gue punya workshop apa?" Ujar Ririn kesal karena soal ujian Prakarya tadi yang dirasakannya menjebak. Di belakangnya Wiwik juga ikut mengumpat kesal karena ada jawaban yang belum dia selesaikan.
"Bener banget, siapa sih yang bikin soal begituan? Biasanya kan soal prakarya itu gampang-gampang, nah sekarang? Boro-boro gampang, lebih sulit dari matematika malahan!" Wiwik juga ikut kesal dengan pembuat soal itu.
"Rasanya pengen gue kirim rotan sekarung supaya tuh yang buat soal bisa ngitung sendiri!" Maki Ririn. "Eh, wait, Wik bukannya lo di skors ya?"
"Iya, seminggu dan gue bakal bersihin kelas setiap pulang sekolah! Puas kan lo!l?"
"Puas dong!"
"Tahu gini gue nggak mau nyari gara-gara sama Santi."
"Siapa suruh? Makanya jadi orang tuh berpikir dulu baru bertindak, bukan bertindak dulu baru berpikir, dasar toxic!"
"Ya, gue kesal aja, Santi itu nggak mau diajak kelompokkan, tugasnya kan kelompok, ya kali dia cuma numpang nama doang."
Santi yang dibelakang mereka berdeham. Otomatis Ririn dan Wiwik menoleh. "Gue nggak dengar apa-apa kok!"
"Eh Santi," ujar Ririn.
"Lo udah nggak jadi sad girls ya? Udah nggak jadi no life juga?"Santi hanya tersenyum. Rasanya ia ingin memukul kepala Ririn sekarang juga.
"Lo nggak waras ya, San? Senyum-senyum mulu nggak jelas!"
Lagi, rasanya Wiwik juga ingin diajaknya baku hantam.
Santi akhirnya bersuara. "Gue mau berubah jadi lebih baik, lo kalau mau ajak kelompokkan ajak aja, gue bakal ikut kok,"
"Lo nggak habis ke jedok pintu kan San, seminggu gue di skors masa bisa buat lo jadi normal?"
"Emang selama ini gue nggak normal?" Tanya Santi sambil mengangkat kepalannya.
"Nggak."Mereka bertiga tertawa kencang setelah mendengar jawaban Wiwik.
"Ternyata Adin bisa menbawa banyak perubahan ya, San." Ujar Ririn.
"Jangan sebut nama sampah itu lagi!" Ketus Santi.
"What? Suapa tuh? Pacar lo ya, San? Emang maneken ini bisa jatuh cinta? Fix, Udah akhir jaman sih ini!"
Santi menoyor kepala Wiwik pelan. Tidak seperti biasanya kala dia emosi.
"Gue ngelakuin ini buat diri gue sendiri, buat masa depan gue, dan buat orang-orang yang selalu ada di dekat gue. Gue harus bisa buat orang-orang yang sayang sama gue bangga dengan gue yang sekarang. Eh, iya, gue tadi pagi juga belajar loh dan semua yang gue pelajari keluar!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ardinastiar
Teen Fiction(SELESAI) Santi dan Adin hanya manusia biasa. Mereka tidak bisa memilih bagaimana kisah mereka dimulai, berjalan, kemudian berakhir. Yang mereka tahu, takdir tidak pernah main-main. [2018]