tiga puluh tiga - someone like you

47 11 0
                                    

A/n : Putar multimedia-nya!

I heard,
That's your dreams came true.
Guess she gave you things, i didn't give to you.

(Adele - Someone Like You)

***

Septian akhirnya di izinkan pulang hari ini oleh Dokter Belgy. Tapi, Dokter Belgy juga berpesan bahwa Septian tidak boleh banyak gerak dan banyak melakukan aktivitas.

Santi memapah ayahnya menuju taksi yang dipesannya melalui online. Santi membukakan pintu mobil kemudian membantu ayahnya masuk ke dalam.

"San, Bi Iin nggak ikut?" Tanya Septian kala taksi itu mulai berjalan.
"Enggak yah, Santi suruh beberes rumah sama masakin masakan yang enak buat ayah,"
"Love you, ayah menyesal pernah ninggalin kamu waktu itu."
"Iya, sudah yang lalu biarlah berlalu, Sekarang kita sambut apa yang baru."

Pagi ini untuk ke sekian kalinya, Santi bolos sekolah. Di pikirannya tidak ada lagi pelajaran sekolah, kini yang menjadi fokusnya adalah kesembuhan ayahnya dan kesembuhan hatinya.

Ponselnya bergetar sejenak, menandakan sebuah Line masuk.

Liam

San, lo baik-baik aja kan, gue khawatir sama lo.

Gue baik kok, bokap gue baru pulang dari rumah sakit.

Tolong gue, Yam!

Belum lama terkirim ponsel Santi berdering dengan keras karena ada panggilan dari Liam.

"San lo baik-baik aja kan?" Suara parau terdengar khawatir dari balik telepon.

"Lo bisa nggak ketemuan?"

"Dimana? kapan? Gue tunggu lo di taman kota secepatnya."

"Iya, lima belas menit gue sampai."

Tolong gue, Yam!

Pesan itu kembali terngiang dibenaknya. Bukan tanpa sebab ia mengirimkan pesan seperti itu, ia mengirim pesan begitu karena tadi ia sempat melihat Adin dan Devina tengah bergenggaman tangan di kursi trotoar. Entah apa yang tengah di lakukan mereka berdua di sana. Tapi, yang pasti kejadian itu berhasil membuat Santi cemburu.

Santi mengulum senyumnya tiba-tiba, ia teringat kejutan-kejutan yang diberikan Adin dulu. Rasanya sakit sekali disaat semua kejadian manis itu melintas. Tanpa disadari air matanya menetes.

Perasaan baru kemarin mereka bercanda gurau bersama, saling berlarian kejar mengejar, dan saling bertukar cerita. Semuanya begitu cepat, hingga sekarang semuanya terasa tiba-tiba. Tiba-tiba nyerinya, tiba-tiba sakitnya, dan tiba-tiba lukanya.

"San, kamu kenapa?" Tanya Septian mendapati putrinya tengah menangis.

Santi menghapus sisa-sisa air matanya kemudian memaksakan tersenyum. "Enggak kok yah, Santi ingat mama aja!" Bohong, Santi berbohong pada ayahnya. Ia tidak sedang mengingat mamanya, ia sedang mengingat kenangan-kenangannya bersama Adin.

"Kalau gitu, ayo ke makam mama!" Ajak Septian.
"Emm, Santi belum siap yah," jawab Santi jujur.
Septian tersenyum. "Ayah tunggu kamu siap!"

Santi mengalihkan pandangannya ke arah jendela mobil.

ArdinastiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang