sepuluh - berdua

72 16 1
                                    

Ujian terbesar dalam hidup bukan saat kau gagal, melainkan saat kau masih terdiam tak beranjak saat kau benar-benar jatuh.

***

Matahari semakin terik. Sebentar lagi bel istirahat kedua akan dibunyikan dan Santi masih menjalankan hukumannya dengan Adin.

Santi sama sekali tak menyangka bahwa kali ini baru putaran ke-6. Cepat sekali, mungkin karena ia sangat menikmati momen ini.

Dasi dan tali sepatu mereka masih saling bertaut. Belum terlepas dan masih sama seperti saat pertama kali dikaitkan.

"Lo nggak menang?" Tanya Santi.
"Menang,"
"Menanggung malu!"
"Beneran menang saya,"
"Menangis."

Santi berjalan mendahului Adin dan mau tidak mau Adin tertarik ke depan hingga nyaris mencium lapangan. Santi tidak menghiraukan kemudian berjalan kembali dengan sangat cepat.

"Mbak, jangan lari dong, ini bukan lomba!" Protes Adin tidak terima Santi berjalan dengan cepat.
"Biarin, wwek!" Santi menjulurkan lidahnya. "Tadi lo juga udah berulang kali bikin gue jatuh!"
"Balas dendam, ceritanya!"

Adin mensejajarkan langkahnya dengan Santi.

"Puisi lo jelek sih makanya nggak menang!" Ejek Santi.
"Hah?! Gue menang kok!" Adin menunjukkan piagamnya dan mendalinya.
"What? Tadi gue dengar...Dito Dito siapa gitu yang menang...kok jadi lo sih? Lo pinjam mendali ya?"

"Makanya jangan terlalu menyimpulkan sesuatu dalam sekejap. Kamu tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Stop, berpikir apa yang kamu duga adalah suatu kebenaran!"
"..."
"Dito Putra Sastrawinata itu juara tiga dan juara satunya itu i am," Adin membanggakan diri.

"Puisi gitu aja menang? Dukun lo orang mana?"
"Idih, Mbak Santi yang syirik!"
"Yee—"

Ting Ting Ting! Bel istirahat kedua akhirnya berbunyi. Siswa-siswi langsung berhamburan dari kelasnya masing-masing. Ada yang berjalan menuju kantin, ada yang berjalan ke arah perpustakaan, dan ada juga yang masih termenung di kelas karena uang sakunya yang telah habis. Namun, arah terbanyak adalah arah menuju kantin.

Kantin di SMA Bakti Negara ada tiga. Pertama adalah kopsis², kopsis hanya dihuni oleh para murid-murid teladan dan murid-murid idaman SMA Bakti Negara. Kedua adalah kantin di lantai tiga, kantin ini hanya di peruntukkan untuk kakak senior saja. Konon jika ada adik kelas yang nongkrong di situ, dia akan menjadi bahan gunjingan para kakak kelas nyinyir. Dan ketiga adalah kantin di lantai satu. Tepatnya berada di samping halaman sekolah. Kantin ini adalah kantin paling strategis karena jauh dari pengawasan guru dan para satpam sekolah. Di kantin ini siswa bebas merokok, bernyanyi, bahkan ada yang sampai minum-minuman keras. Kantin inilah yang jadi tujuan para bad boy dan bad girls di SMA Bakti Negara. Maka tak ayal banyak siswa yang berbondong-bondong menuju kantin ini.

Dan Adin dan Santi kini menjadi sorotan semua siswa yang melewati lapangan. Sorak-sorai menggema di sekolahan. Ternyata bukan hanya siswa yang dilantai satu yang menyorakinya, tapi siswa di lantai dua dan tiga pun ikut menyorakinya juga.

Hal paling memalukan yang pernah dialami Adin dan Santi. Seumur sekolah mereka tidak pernah dipermalukan seperti ini, terutama Adin. Kalau Santi memang sudah biasa mendapatkan hukuman, tapi tidak hukuman seperti ini juga. Paling mentok hukumannya adalah di skors tidak pernah ia dipermalukan sampai seperti ini.

"Jangan emosi dan tetap kendalikan diri. Jangan mudah terpancing dengan hal yang sama sekali tidak penting."

Santi berusaha keras menutup telinga dari sekian banyak mulut yang membicarakannya. Ia harus bisa, bukan untuk dirinya tapi untuk Adin.

ArdinastiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang