dua puluh tiga - kotak biru & ungkapan

53 15 0
                                    

Jangan mengada apa yang tak ada. Jangan menerka apa yang tak bisa. Karena jika terlalu bisa menimbulkan kecewa.

***

Hujan gerimis kembali menyapa. Langit yang terang benderang berubah menjadi kelam dan abu-abu. Tanah yang kering kerontang juga ikut basah terkena tetesan yang tak henti-hentinya turun dari langit.

Santi menikmati makan siangnya tanpa nafsu. Kejadian kotak biru itu masih membekas tepat di ingatannya. Ia jijik, membayangkan saja membuatnya geleng-geleng kepala.

"Sudahlah non, mungkin tadi orang iseng," tutur Bi Iin meyakinkan Santi. Bi Iin masih terus membujuknya untuk makan.
"Coba bibi bayangin, tikus yang dipotong-potong kaya tadi! Apa bibi bisa makan?" Santi menjeda ucapannya. "Dan di dunia nggak ada yang kebetulan, semuanya pasti sudah direncanakan."

Santi bergegas menuju kamarnya. Ia teringat Adin, di mana anak itu? Kenapa sedari tadi Santi tidak melihatnya. Ah, Adin pasti sedang sibuk mempersiapkan ujian.

Ya, hari ini adalah Sabtu dan lusa SMP akan melaksanakan UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer).

Santi mengecek ponselnya, tidak ada tanda-tanda ada notif masuk.

Ia mengetikan pesan dan berulang kali pula menghapusnya.

Ardinastiar

Hmm

Pesan macam apa ini?

Lo Senin ulangan?

Pesan itu melesat dengan sendirinya, Santi sebenarnya malu bertanya seperti itu.

Satu detik, tiga detik, lima detik, dan sampai sekarang masih belum ada jawaban. Santi menghela napas berat kemudian meletakkan ponselnya di nakas.

Santi menyibak gorden kamarnya. Ia membiarkan udara masuk melalui celah jendela yang sedikit terbuka. Bau tanah dan suasana dingin langsung menyeruak masuk ke kamarnya.

"Non," panggil Bi Iin dari balik pintu.
"Apa?" Santi menjawab tanpa merubah posisinya. Ia masih merebahkan tubuhnya dan tidak berniat membuka pintu.
"Ada kotak non, kotak biru kaya tadi pagi!"
"BUANG!!!" Seru Santi.
"Tapi non, nggak di buka dulu?"
"BUANG!!!"
"Ada bibi yang nemenin non," Bi Iin masih membujuk.
"Bibi di sini kerja itu buat nurut sama gue, bukan maksa!"
"Ya sudah non, bibi ke belakang dulu,"

Santi masih tidak mau berpikir. Kejadian tadi pagi sebisa mungkin tidak akan diulanginya. Ia yakin sekali kalau kotak biru itu pasti isinya sama seperti kotak tadi pagi: teror.

Santi mencepol rambutnya kemudian menatap cermin sebentar. Ia menaburkan sedikit bedak bayi ke wajahnya kemudian mengoleskan tipis liptint ke bibirnya.

Kali ini ada panggilan masuk dari Liam. Santi menekan ikon hijau kemudian mendekatkan benda pipih itu ke telinganya.

"Ada apa?" Jawab Santi tanpa basa-basi.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam, kenapa?"
"Mau jalan lagi?"
"Kemana?"
"Ada pokok, mau ya!"

Sebuah notif Line masuk ke ponselnya.

Ardinastiar

Jalan yuk mbak?

Kemana?

Nggak jadi deh, lain kali aja mbak!

Ayo, gue lagi free

Lain kali saja.

ArdinastiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang