Luka memang bisa sembuh, tapi luka yang dalam akan meninggalkan bekas yang sukar dihilangkan.
***
Jakarta, 19 Juli 2014.
Hari ini kamis dan hari ini bertepatan dengan hari masuknya Santi pertama kali di SMP barunya.
Hari ini dilalui Santi dengan malas. Setelah kejadian naas yang menimpa ibunya, Santi sangat sulit untuk menerima hal-hal baru di hidupnya.
"Selamat ulang tahun non cantik," sapa Bi Iin—asisten rumah tangga—yang diperkerjakan ayahnya untuk merawatnya. Bi Iin membawa tumpeng persis seperti apa yang dilakukan ibunya dulu.
Sayang semua berbeda, sudah tidak sama lagi.
Santi sampai melupakan momen bahagia ini. Ralat, bukan melupakan mungkin memang sengaja di lupakan. Ia masih ingat kejadian pahit beberapa tahun silam saat ibunya masih ada. Pembicaraan ayahnya itu masih melekat jelas dan menjadi luka dalam ingatan Santi.
Rasa benci, kian mendarah daging. Septian seperti tidak merasakan apa-apa yang berbeda, ia tidak merasa kalau Santi membencinya. Ia pulang jika tanggal merah saja dan tidak pernah menganggap Santi ada. Selama ini, mereka melakukan perang dingin saja.
"Bi Iin, tumpengnya bibi makan aja, aku nggak selera!"
"Iya non, nanti Pak Septian pulang non!"Orang itu pulang, untuk apa? Batin Santi.
"Ya sudah bi, aku siap-siap sekolah dulu!"***
Santi memilih SMP Jaya Sakti sebagai sekolahnya sekarang. SMP yang tidak terkenal itu memang jadi incarannya sejak SD.
Setelah kematian ibunya, Santi berubah drastis. Ia tidak lagi menjabat sebagai juara kelas, nilainya setiap semester semakin jeblok, dan niat sekolah sudah tidak ada lagi di dirinya. Sehingga sekolah terbaik sulit diraihnya.
Santi berjalan menuju ruang kelasnya. Hari ini adalah hari pertama MOS, jiwa ingin bolosnya kian berontak semakin menjadi.
"San," panggil seorang cowok berambut keriting.
Santi menoleh.
"Syantiiik!" Cowok itu menghinanya. Tapi ia masih bisa mengendalikan diri.Santi berjalan begitu saja melewati gerombolan itu. Ia tidak menggubris setiap hinaan yang ditujukan padanya, sampai...
"Dasar no life!"
"Sad girls,"
"Cinderella tempramental!"
"Dasar suka ngamuk,"Hinaan itu semakin menjadi, Santi tidak bisa mengendalikan diri lagi. Ia menghantam mulut tiga cowok itu dengan tangan kosongnya. Pukulan itu bertubi-tubi hingga darah segar mengalir deras di mulut cowok itu.
Siswa yang menyaksikan kejadian itu, langsung terbirit-birit kabur tidak berani menyaksikan lagi. Mereka takut Santi akan memukulnya juga.
Kejadian itu akhirnya berakhir di meja BK. Sudah diputuskan bahwa mereka semua bersalah dan akhirnya mereka semua dihukum untuk membersihkan halaman sekolah.
Predikat siswa baru baik-baik langsung lenyap di tangan Santi.
"Lo nggak bully gue lagi?" Tanya Santi. "Ayo bully gue lagi biar gue nggak salah duluan. Gue butuh pelampiasan ini!"
"Maksud loh?"
"Iya gue butuh pelampiasan untuk menerima pukulan gue."
"Sana aja mukulin pohon!" Cowok itu kembali menyapu halaman dengan sapu lidi.Ucapan yang baru di lontarkanya bagaikan sebuah perintah bagi Santi. Santi berjalan menuju pohon mangga samping sekolah dan...ia memukul pohon itu dengan sadis. Ia sama-sekali tidak memperdulikan tangannya yang mulai memar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ardinastiar
Teen Fiction(SELESAI) Santi dan Adin hanya manusia biasa. Mereka tidak bisa memilih bagaimana kisah mereka dimulai, berjalan, kemudian berakhir. Yang mereka tahu, takdir tidak pernah main-main. [2018]