Kebahagiaan itu dibuat, bukan dicari. (Santi Dinestantri)
***
Setelah tiga hari dirawat akhirnya kondisi Septian mulai membaik. Ia mulai bisa bertutur kata dan menggerakkan beberapa anggota tubuhnya. Sebelumnya, Septian hanya bisa membuka dan memejamkan matanya, seperti mayat hidup yang hanya bisa bernapas saja.
Akhirnya Santi bisa bernapas lega meninggalkan ayahnya bersama Bi Iin di rumah sakit. Hari ini seperti janjinya kemarin, ia ingin bersenang-senang full time hanya bersama Ardinastiar.
"San..." panggil Septian lirih.
"Iya yah?"
"Tolong, ambilkan hp ayah,"Santi mengambil ponsel yang tergeletak di nakas kemudian memberikannya pada Septian.
"Jangan main hp terus, istirahat, Santi mau senang-senang dulu."
"Sama siapa?"
"Adin."
"Adin siapa?"
"Ardinastiar,"Santi memakai pakaian yang berbeda hari ini, karena ia yakin Adin pasti akan mengajaknya jalan-jalan ke tempat yang berkesan. Santi mengenakan celana jeans dan di padukan dengan sweater rajut berwarna putih tulang. Tak lupa ia juga mengenakan sneakers untuk melengkapi tampilannya.
"Yah, San berangkat dulu," pamit Santi sembari membenahi cepolan rambutnya.
"Cantik banget anak ayah hari ini, mau diajak kemana sih?" Goda Septian.
"Ayah, emang setiap hari nggak cantik?"
"Enggak, tiap hari judes sama mukanya ditekuk terus!"
"Ya udah, Santi berangkat! Kalau butuh apa-apa Bi Iin stand by di depan." Ujar Santi. "See you!"
"See you too! Have fun, sayang!"Santi akhirnya melenggang pergi meninggalkan Septian yang masih terbaring di bed cover. Ia tersenyum manis ke arah Septian sebelum benar-benar pergi dari tempat bernuansa putih itu.
***
Setibanya di teras rumah sakit. Santi sudah di sambut hangat oleh driver taksi. Santi mengernyitkan keningnya, ia semakin heran kala driver itu memberinya sebuket bunga matahari.
"Ada suratnya!" Ujar driver itu kemudian mempersilahkan Santi masuk ke dalam taksi.
Santi mengambil surat yang terselip di antara kelopak bunga matahari itu.
Mbak Santi,
Sudah lama nggak buat kejutan lagi, kali ini kejutan yang sama untuk orang yang sama pula.
Ardinastiar
Santi menyunggingkan senyumnya. Ia tidak menyangka akan mendapat sambutan seperti ini. Dugaan bahwa Adin berubah, luruh seketika kala Santi menerima kejutan ini.
"Mas, ini mas kenapa mau nurutin dia?" Tanya Santi pada driver.
"Kenyamanan pelanggan adalah prioritas kami, dan permintaan pelanggan adalah perintah bagi kami."
"Oh gitu,"
"Betewe, Mbak ini carinya gampang."
"Gampang gimana?"
"Tinggal lihat sorot mata yang tajam dan tegas,"
"Emang Adin bilang gitu? Apa dia nggak ngasih tahu foto saya?"
"Enggak, tadi saya tanya orangnya mana malah dikasih tau ciri-cirinya saja." Jeda driver itu. "Tapi beruntungnya saya nggak salah orang."
"Kalau salah gimana?"
"Ya, dibetulin atuh mbak!"Taksi itu menepi tepat di pintu masuk danau. Santi hendak membayar taksinya namun ditolak karena sudah dibayar oleh Adin.
Ia mengecek ponselnya.
Ardinastiar
Kalau sampai dulu, tunggu di pintu masuk aja mbak!
KAMU SEDANG MEMBACA
Ardinastiar
Teen Fiction(SELESAI) Santi dan Adin hanya manusia biasa. Mereka tidak bisa memilih bagaimana kisah mereka dimulai, berjalan, kemudian berakhir. Yang mereka tahu, takdir tidak pernah main-main. [2018]