6 : Es teh

100 24 0
                                    

"Bareng yuk!"

WHAT?!

Aldean lagi.

Disatu sisi aku gengsi untuk menerima tawarannya, tapi di satu sisi aku juga butuh sekali tumpangan untuk pulang.

"Gak usah deh, Kak." Kataku pura-pura menolak.

Karena gengsi adalah sebagian dari Anindya Larasati.

Ia tertawa. Apa yang salah memangnya?

"Tumben manggil kakak!"

Oh iya, astaga! Aku lupa. Malu.

"Kakak kelas yang lain juga gue panggil pake embel-embel Kak!" Kataku mengelak.

"Iya deh iya, gimana mau bareng gak?"

"Nggak usah deh,"

"Oh yaudah, gue duluan ya, " ia menyalakan motornya,

"Eh! Tunggu dulu! Gue mau bareng!" Kataku sedikit berteriak.

Ia tersenyum mengejek, "Katanya tadi gakmau!"

Menyebalkan memang, "Yaudah kalau gak boleh gak papa, gue bisa jalan kaki!"

"Cepetan naik!"

"Gak."

"Naik gak?"

"Gak usah. Udah sana lo!"

"Nin, buruan naik."

"Gue gak mau."

"Naik."

"Kok lo maksa?!"

"Udah sore, buruan pulang!"

"Iya gue pulang, tapi gak bareng lo."

"Cepetan naik, ini udah kesorean. Orangtua lo nyariin pasti!"

"Ih iya iya!" Aku mengakhiri perdebatan kecil itu dan segera duduk di boncengannya Aldean.

Ini bukan pertama kalinya aku duduk diboncengan seorang pria, tapi tidak tau kenapa rasanya berbeda ketika dengan Dean.

Tidak. Ini bukan karena aku yang mulai menyukainya, melainkan ia yang membawa motor sangat pelan dan hati-hati.

Aku ingin protes, tapi setelah memikirkan perdebatan panjang yang akan tercipta setelahnya, aku mengurungkan niatku.

Dan saat di lampu merah, aku melihat pria dengan seragam sama sepertiku memperhatikanku dengan tatapan yang sulit diartikan.

'Ganteng' itu yang terlintas dipikiranku saat tatapan kami tak sengaja bertemu, di lampu merah.

EH TUNGGU DULU! Bukannya pria itu adalah sepupunya Tiara, ya? Siapa namanya? Lutfi? Iya. Lutfi.

Aku tersadar dan membuang pandangan ke arah lain, semoga saja pria itu tidak berpikiran yang tidak-tidak.

"Eh itu rok nya awas nyangkut!" Pria itu setengah berteriak dan tersenyum padaku, belum sempat aku membalas ucapannya atau sekedar membalas senyumannya, suara klakson di belakangku memaksa aku dan Aldean untuk segera melajukan motornya.

Setelah kejadian di lampu merah itu, sepanjang perjalanan ke rumah, pikiranku tak terlepas dari pria itu. Pernah dengar cinta pandangan pertama? Pernah merasakannya? Atau malah tidak percaya?

Ah tidak peduli, sepertinya aku sedang merasakan love at first sight.

Iya. Aku mencintainya. Aku yakin.

"Nin, udah sampe!" Suara Aldean menyadarkanku dari lamunan indah sore ini.

Aku berpamitan dan mengucapkan terimakasih pada Aldean.

Hai, Kamu... [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang