Aku diam sejenak menenangkan jantungku yang berdetak dua kali lipat lebih cepat, "Apa yang bikin lo sayang sama gue?"
"Emangnya sayang juga butuh alasan ya, Nin?"
"Naif kalau lo bilang cinta gak butuh alasan!"
"Gue suka senyum lo, tulus."
"Cuma itu? Dari sekian banyak kelebihan gue, lo cuma suka sama senyum gue?" Aku berusaha mencairkan suasana yang mulai menegang karena ucapanku sebelumnya.
"Jadi, pacaran atau enggak nih?" Ia mengulangi pertanyaannya.
"Iya."
"Iya apa?"
"Iya kita pacaran." Jawabku pura-pura terpaksa, ia malah tertawa.
"Wefie dulu yuk!" Ajaknya, ia mengangkat handphone-nya dan menarikku mendekat, dua kali jepretan dengan hasil tidak memuaskan.
"Ulang dong!" Paksaku.
"Nggak, ini udah bagus." Katanya kekeuh.
"Yaudah, terserah." Balasku menyerah.
"By the way, gue suka semua tentang lo, bukan cuma senyum lo kok, Nin. Tenang aja!"
Aku tersenyum malu, ya Anindya pun bisa malu.
"Lutfi, gue gak suka dikekang. Jadi, lo jangan membatasi ruang gerak gue, ya?" Tanyaku hati-hati.
Ia menatapku serius, "Selagi gak berlebihan, gue maklum." Katanya kemudian tersenyum hangat.
"Gue juga gak suka dibentak, jadi sebesar apapun masalah yang kita hadapin kedepannya, gue minta lo jangan sampe ninggiin nada bicara lo, ya?" Aku menatapnya penuh permohonan.
Ia mengangguk, "Iya."
"Gue juga anaknya gampang jeaolus tapi gak suka kalau lo yang jealous sama gue!"
Lutfi berdecih, "Egois, tapi yaudah gapapa."
"Jadi, lo jangan ngelakuin semua hal yang gak gue suka ya?"
"Iya."
Aku tersenyum selebar yang aku bisa, "Jadi, ada yang mau lo tanyain tentang gue?"
Ia berpikir sejenak, "Hal yang lo takut?"
"Banyak." Kataku sengaja memancing emosinya.
"Iya, apa aja?" Masih sabar ternyata.
"Maha pencipta."
"Yang itu, gue juga tau."
"Ayam."
"Lo takut ayam?" Ia menatapku heran.
Aku mengangguk, "Banget. Tapi kalau udah jadi makanan, nggak."
"Terus, apalagi?"
"Anjing."
"Oke."
"Korek api yang diidupin."
![](https://img.wattpad.com/cover/177945532-288-k443005.jpg)