7 : Lutfi.

111 24 4
                                        

Sejak pulang dari kantin tadi, moodku benar-benar menjadi baik. Senyuman manis dan tatapan hangatnya masih terekam jelas di memoriku.

Dan satu hal yang aku yakini, ia adalah pria baik.

"Mikirin apaan sih lo? Senyum-senyum najis gitu!" Suara Renata membuyarkan lamunanku.

"Lutfi." Jawabku tanpa berpikir.

Mata Renata membulat sempurna, "Lutfi? Anak mana?"

"Anak dua belas ipa satu." Jawabku enteng.

"Satu sekolah sama kita?"

Aku tersenyum dan mengangguk.

"Kenal dimana?"

"Di rumah Tiara, Re. Temen SMP kita, Lutfi itu sepupuan sama Tiara. "

Renata yampak antusias, "Ganteng gak?"

Aku tak mau menanggapi pertanyaan Renata yang menyebalkan itu karena yang kutau hari ini moodku benar-benar baik.

"Bentar-bentar, Lutfi yang kemarin berantem sama anak SMK bukan sih?!" Renata setengah berteriak dengan mata membulat sempurna.

Aku ikut membulatkan mataku sempurna, berantem?

"Lo tau darimana?" Tanyaku.

"Dari Lea."

Lea adalah lambe turahnya sekolah. Tak heran jika ia tau semua mengenai semua siswa, guru, bahkan petugas keamanan disekolah.

Yang ada di otakku sekarang, dia jago berantem?

Aku semakin ingin mengenalnya lebih jauh, tapi seorang Anindya Larasati mana mau sih memulai duluan?

Bunyi notifikasi dari handphone-ku membuyarkan semua lamunan tentang Lutfi.

@lutfi_ is added you by id line.

Bahagia. Definisi bahagiaku memang sesederhana itu. Aku yakin ini Lutfi yang kuinginkan.

Lutfi : Heh bocil, addback dong!

Tanpa membalas pesan tersebut, aku langsung memencet tombol add pada profile account-nya.

Tak lama, beberapa pesan datang lagi dari pria itu yang membuat seulas senyum terukir di bibirku.

Lutfi : keyboard lo rusak?
gak bisa ngetik?
atau lo emg terlahir smbg?

anindya.l
apaan

Setelah hampir lima menit aku memikirkan balasan pesan yang paling tepat untuknya, typing lalu delete dan akhirnya aku memberanikan diri untuk memencet tombol kirim, dan kalian tau apa yang terjadi? CUMA DI READ.

Sialan.

Pria menyebalkan selalu jadi musuh terbesar dalam hidupku dan terus menyulut emosiku, tapi entah kenapa ini tidak berlaku pada pria menyebalkan bernama Lutfi.

Bukannya marah atau setidaknya kesal, aku justru tersenyum bahagia karenanya. Ah, entahlah ini seperti bukan Anindya Larasati yang biasanya.

"Magic!" Renata cengo.

"Re, gue mau nulis blog!" Aku berucap semangat.

"Tentang apa?" Renata bertanya malas, karena terakhir kali aku menulis sesuatu di blog, aku justru tidak menyelesaikannya.

Hai, Kamu... [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang