Malam ini, semesta sedang dalam keadaan baik sepertinya. Bulan, bintang, dan juga langit sangat bersahabat. Aku suka situasi ini, duduk di atas kasurku dengan jendala yang sengaja kubuka, membiarkan angin malam masuk menyelimuti hangatnya kamarku.
Arka. Satu nama yang setiap malamnya selalu menghantuiku. Pria berwajah manis dengan kelakuan manis pula dan tak banyak bicara. Namun, mampu meluluhkan hati setiap perempuan melalui tatapannya.
Ya. Itu Arka. Pria yang dulu pernah mengisi hari-hariku. Pria yang selalu memberi kebahagiaan di masa SMP-ku, juga pria yang tak pernah lagi kudengar kabarnya hingga sekarang.
"Kamu apa kabar?" Aku tau, ia tak mungkin mendengar pertanyaanku. Namun, salahkah aku tetap berharap?
Aku dan Arka hanya dua insan yang pernah saling memberi kebahagiaan lalu dipermainkan oleh semesta dan dipaksa berpisah oleh jarak.
Kisahku dan Arka mungkin hanya sebatas Cinta Monyet anak SMP. Itu pandangan kalian. Kalian tidak akan pernah tau bagaimana rasanya dimiliki dan diistimewakan oleh seorang Arka.
Ah, sudahlah tak perlu banyak bercerita lagi tentang Arka. Aku hanya ingin kalian tau dan mengerti bahwa aku masih berusaha menyembuhkan luka indah yang ditimbulkan oleh seseorang yang indah pula, ya siapa lagi kalau bukan Arka.
Usai bercerita pada langit malam, aku menutup jendela kamarku karena Arka pernah bilang, angin malam tidak baik untuk kesehatanku. Jangan salahkan aku yang, apa-apa selalu Arka, karena memang ia pernah sangat berarti di hidupku.
Baru saja ingin mengistirahatkan tubuh, notifikasi line dari handphone-ku berbunyi dan dengan terpaksa aku menunda istirahatku sebentar, membaca pesan yang barangkali penting.
Aldean. : addback ya
Aku mengernyitkan kening. Bingung. Berusaha mengingat, siapa sih Aldean ini? Dan hasilnya, aku tidak pernah punya teman yang bernama Aldean. Daripada sibuk menerka-nerka, aku memilih untuk segera tidur karena jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dan seorang Anindya Larasati selalu tidur tepat waktu.
Selamat malam, Dunia. Selamat beristirahat dari kekejaman takdir.
----
Aku menyipitkan mataku, selalu sama setiap paginya dikarenakan Ibuku yang selalu membuka jendela lebar-lebar agar aku segera beranjak dari tidur pulasku.
Sebenarnya aku sudah bangun sejak terbit fajar dan melaksanakan kewajiban umat muslim pada umumnya. Namun, karena langit masih gelap dan udara masih dingin, aku kembali melanjutkan tidurku. Dan terbangun ketika sinar matahari masuk ke kamarku.
Aku bergegas mandi dan bersiap-siap sarapan sebelum berangkat ke sekolah, sebelum Ibuku mengeluarkan jurus mengomelnya. Ya, walau begitu aku tetap sayang ibuku!
"Anin! Cepetan turun, sarapan dulu!" Teriakan Ibuku dari bawah terdengar jelas sampai ke kamarku.
"Iya, Bu!" Jawabku sambil terburu-buru menuruni anak tangga.
Aku menyapa Ayah, Ibu, dan Kak Rani. Oh iya, Kak Rani itu kakak perempuanku yang sekarang duduk di kelas 12 SMA. Ia berkulit putih susu, berbeda denganku yang tidak terlalu putih. Kak Rani juga cantik dengan hijab dikepalanya.
"Dek, pulang sekolah nanti mau temenin kakak ke toko buku gak?" Tanya kakakku sambil mengunyah roti bakar miliknya. Bye the way, aku dan kakakku sama-sama pecinta novel.
"Liat nanti aja deh, Kak. Nanti Aku kabarin aja kalau aku gak ada kegiatan disekolah ya..."
Kakakku hanya mengangguk-angguk dan kembali melanjutkan sarapannya.
