Lutfi berdiri di depan kelasku kurang lebih sejak sepuluh menit yang lalu. Lutfi menungguku agar mau menemui dan mendengarkan semua yang harus ia jelaskan, begitu kata Nino tadi.
"Nin, temuin sana! Pacar lo udah kayak suami ditinggal mati istri tuh!" Suruh Renata.
"Maksud lo gue mati gitu?"
"Gak gitu, Nin. Perumpamaan aja, gak belajar bahasa Indonesia ya lo pas SMP?"
Aku hanya mengendikkan bahu tanda tak peduli, "Lutfi itu kalau gak diginiin, kebiasaan nanti!"
"Emang dia ngapain sih, Nin?"
"Nyakitin gue, dia nyakitin hati sahabat lo, Re." Ucapku dramatis.
"Kurang ajar!"
"Emang!"
Renata berteriak geram sambil menghentakan kakinya di lantai berjalan menghampiri cowok itu, "Lutfi! Awas ya lo!"
"Apaan?" Tanya Lutfi heran.
"Lo apain temen gue?!"
"Gak gue apa-apain, beneran!"
"Anin bilang lo nyakitin dia, udah gila lo ya?"
Lutfi menutupi telinganya, "Gak usah teriak! Gue denger!"
"Lo mau bales dendam ya sama Anin? Ngaku lo!"
"Ya Allahu Rabbi, nggak! Salah paham doang. Aninnya mana? Gue mau ngomong."
"Nggak! Lo gak boleh ketemu Anin!" Renata berdiri di depan pintu kelas dengan kedua tangan direntangkan agar tidak ada celah untuk pria itu menghampiri sahabatnya.
Lutfi menarik napas panjang, "Renata, gue mau ngomong sama Anin. Please!"
Renata menimbang sejenak kemudian mengangguk tanda setuju, "Dengan syarat, kalau Anin ngerasa terganggu sama lo, lo harus pergi yang jauh!"
"Iya. Minggir, gue mau masuk!"
Renata menggeser tubuhnya, membiarkan pria itu masuk.
"Nin!" Panggilnya ketika sudah berada di hadapanku.
Aku diam, enggan menjawabnya, masih terbayang kejadian kemarin.
"Nin, maaf."
"Nin, dengerin gue dulu ya?"
"Nin, kita ke luar aja yuk ngomongnya? Gak enak jadi pusat perhatian kelas lo."
Aku masih diam, tetapi segera beranjak ke luar kelas menuruti ucapan pria itu.
Aku duduk di kursi panjang di depan kelasku, "Lo cuma punya waktu lima menit dari sekarang!"
Lutfi tersenyum samar, "Maaf, gue tau gue salah."
"4 menit 45 detik lagi!"
"Cewek kemarin namanya Nina."
"4 menit 38 detik!"
"Nin, dengerin gue dulu ya?" Ucapnya lembut.
Aku menganggukan kepala, kasihan juga.
"Gue sama Nina gak ada apa-apa. Kita cuma sahabatan."
"Dan lo dulu pernah suka sama dia." Potongku.
"Nino ya yang bilang?"
"Iya. Kenapa? Gak terima?"
"Nggak kok. Gue terima-terima aja. Gue emang suka sama dia pas SMP."
"Sampe sekarang juga." Potongku lagi.