Sejak pulang sekolah tadi, aku hanya berdiam diri di kamar. Aku memandangi sebuah pesan yang sejak tiga hari yang lalu tak kubalas. Awalnya, aku mencoba mengabaikan pesan tersebut. Namun, sekarang rasanya tidak tega. Kasihan.
Arka : aku udah balik, gak di Medan lagi.
Aku tidak tahu, sebenarnya hatiku ini sudah seutuhnya milik Lutfi atau sebagian masih dirampas oleh Arka?
Aku sudah menceritakan tentang isi pesan Arka pada Ido. Dan Ido benar-benar melarangku untuk jatuh lagi ke dalam pelukan Arka.
"Lo inget kan siapa yang bantuin lo bangkit gara-gara ditinggal Arka. Yang nyembuhin luka di hati lo, siapa? Lutfi. Terus sekarang lo mau ninggalin cowok yang jelas-jelas tulus sayang sama lo cuma gara-gara si brengsek itu balik lagi dan nanyain kabar lo? Setahun ini dia kemana aja? Kemana dia pas lo nangis-nangis? Kemana dia pas lo mau kabur dari rumah? Dia ada dimana saat lo dalam masa-masa tersulit di hidup lo, Nin?"
Kata-kata Ido masih terbayang di benakku, apa Arka seburuk itu? Rasanya tidak. Justru, Arka masih menempati posisi pria terbaik yang pernah menghuni di hati ku.
Kepalaku mulai pusing memikirkan semuanya, aku meletakkan kembali handphone-ku, tanpa membalas pesan dari Arka, lagi. Aku butuh tidur, dengan harapan saat bangun nanti perasaanku tidak akan serumit ini.
Namun, kenyataannya tak semulus itu. Baru saja hampir larut dalam tidurku, Ibu tiba-tiba masuk ke kamarku.
"Anin, di depan ada pacar kamu. Temuin dulu sana."
Kaget. Ini pertama kalinya Lutfi ke rumahku dan tanpa memberitahu terlebih dahulu. Satu lagi, sekarang ibu jadi tahu kalau aku sudah memiliki pacar baru setelah terakhir yang aku perkenalkan pada ibu adalah Arka.
"Anin! Kok bengong? Ayo temuin dulu pacarmu."
"Iya, Bu." Aku merapikan rambutku, bercermin sebentar, lalu segera beranjak menemui Lutfi.
"Kamu hutang cerita sama ibu ya, Nin." Ibu tersenyum menggoda.
Wajahku memerah, belum siap menceritakan semuanya pada ibu.
————
"Hai," Sapaku saat sudah berada di ruang tamu, di hadapan Lutfi.
"Kok lama?" Tanya pria itu.
"Nggak kok, pas ibu ngasihtahu lo ada disini juga gue langsung samperin."
"Jalan yuk?"
"Kemana?"
"Kemana aja gitu, gue lagi males dirumah."
"Oh, jadi lo ngajakin gue jalan cuma karena lo lagi males di rumah. Iya gitu, Fi?" Kataku menatapnya tajam.
"Nggak gitu. Ya emang salah ngajak jalan pacar sendiri?"
Aku mengalah, "Iya, iya. Tunggu sebentar, gue siap-siap dulu."
Aku berlari kecil menuju kamarku, tentunya untuk berganti pakaian dan sedikit memoles wajahku.
Limabelas menit kemudian, aku sudah siap dengan outfit serba maroon.
"Yuk, gue udah siap. Mau kemana?" Aku menarik tangan Lutfi untuk segera pergi."Bentar, pamit dulu sama Ibu lo." Lutfi melepas tarikan tanganku, kemudian memanggil ibuku sopan untuk berpamitan.
"Iya. Hati-hati." Jawab ibu dengan mengerlingkan matanya padaku.